Pages

Oct 14, 2011

Kunang-kunang (Nabe's Version)

Siang itu....

Suasana dari bawah pesawat sangat lah menyenangkan. Seorang pemuda melirik beberapa kali untuk melihat daratan kota tercintanya. Beberapa menit kemudian pesawat pun landing di landasan dan mulai berjalan pelan menuju tempat yang telah di arahkan. Sesaat pesawat mulai berhenti dan pintu depan dan belakang pesawat pun terbuka, di iringi para pramugari yang sangat cantik. Pemuda itu berdiri dari tempat duduknya dan mulai berjalan keluar dari kursi. Dia pun menengadah kan leher dan membuka bagasi yang berada di atas kursi sehingga dia bisa mengambil tasnya dan menyandang tas itu ke punggungnya. Setelah berjalan pelan di koridor pesawat, akhirnya dia melewati pintu depan pesawat dan memakai topi baseball kesayangannya dan mulai berjalan menuruni tangga. Pemuda itu berjalan sesuai dengan rombongan yang ada di pesawat tadi. Dia berjalan melewati beberapa koridor sepi dan tempat pengambilan bagasi. Pemuda itu terus berlalu karena yang dia bawa hanya tas ransel berukuran besar yang di sandangnya sekarang dan berjalan keluar, disana di lihatnya beberapa orang dengan kertas putih yang bertuliskan nama seseorang dan beberapa orang yang sibuk mencari-cari keluarganya ataupun temannya yang datang dari kota lain.

Pemuda itu terus berjalan dan diantara pengunjung terdapat beberapa sopir taksi yang menawarkan taksi mereka. Tapi pemuda itu tidak menggubris tawaran tiap sopir, dia tetap berjalan menuju bus trans yang telah sengaja disediakan pemerintah kota.

Didalam bus yang berukuran besar itu, pemuda itu memilih duduk di bangku nomor tiga dari depan sebelah kanan. Tas ransel nya dia letakan tepat disamping bangku sebelahnya. Sambil beristirahat sejenak, pemuda itu menolah ke arah kanan dan menikmati suasana siang kota kelahirannya. Kotanya sudah banyak berubah, ternyata sudah lama aku tidak kembali ke kota ini. Sahutnya dalam hati.

Tidak berapa lama, bus trans yang membawa pemuda itu sampai di tempat tujuannya. Dia pun turun dari bus dan berjalan menuju jalan beraspal tebal yang dulu pernah dia lewati. Sepanjang jalan beraspal itu terdapat deretan rumah yang sederhana dan jejeran pohon-pohon rindang yang jarang ditemui di kota besar. Dia berjalan dengan santainya seakan-akan tas ransel yang lumayan berat di belakang punggungnya itu bukan merupakan beban yang sangat berat. Pemuda itu melewati beberapa simpang jalan dan menyeberang dengan hati-hati. Dan sampailah dia di depan rumah berstyle peninggalan belanda dengan pagar yang terbuat dari kawat dan kayu. Pemuda itu tersenyum sejenak melihat bentuk rumah kuno itu dan berjalan menuju pagar yang hanya di tutup dengan asal-asalan saja.

Pemuda itu telah sampai di teras rumah kuno itu dimana terdapat banyak bunga anggrek yang sengaja di gantung berserta potnya. Tanpa ragu-ragu pemuda itu mengetuk pintu beberapa kali. Terdengar dari dalam rumah suara langkah kaki yang sangat berat dan terdengar pulak bunyi kenop pintu yang dibuka kuncinya. Pintu di depan pemuda itu terbuka dan terlihat seraut wajah yang sangat dia rindukan tahun terakhir ini.

‘Nenek!!!’ kata pemuda itu langsung memeluk wanita tua di depannya. Wanita itu terkejut dan langsung membalas pelukan dari cucunya.

‘Nady... Nady cucuku’ wanita itu berkata sambil menangis dipelukan cucu yang selama ini sangat dirindukannya.

Malam nya...

‘Bagaimana kabar orang tua mu? Jadi kamu sekolah disini?’ tanya nenek kepada Nady yang duduk di depan meja makan. Kemudian nenek mengambilkan nasi di atas piring Nady.

‘Sudah nek, cukup’ kata Nady memberi aba-aba kepada nenek yang mengambilkan nasi buat Nady. ‘Alhamdulillah mereka sehat-sehat kok nek. Dan mereka menitipkan salam rindu buat nenek tercinta. Dan ya, Nady akan sekolah disini. Besok pagi adalah hari pertama Nady sekolah karena semua sudah di urus sama teman papa disini. Dan sekalian menemani nenek juga’ jawab Nady sambil tersenyum hangat.

‘Nenek kira kamu bakalan tinggal....dimana itu namanya...komplek apa.....’ nenek berusaha mengingat nama sebuah komplek yang dulu di huni oleh Nady dan orang tuanya.

‘Komplek Kunang-kunang maksud nenek?’

‘Aaah iya....duh itu nama kok susah sekali buat diingat yah?’ kata nenek sambil menunjuk-nunjuk ke udara seakan-akan dia mengingat nama yang aneh di telinganya.

Sekilat wajah Nady langsung terlihat terkejut dan Nady pun segera menjawab ‘Lebih nyaman dirumah nenek deh. Disana sepi’ kata Nady dengan senyuman yang tetap lembut.

‘Ah kamu bisa aja...ayo di habiskan makanannya. Kamu pasti sangat lapar’ kata nenek dengan membalas tersenyum pula.

Setelah menyantap makan malam berdua dengan nenek, Nady pun pamit untuk ke kamarnya yang telah di siapkan nenek untuknya. Sesampai di kamar, Nady pun langsung merebahkan badannya di atas tempat tidur yang empuk. Pikirannya mulai melayang kemana-mana hingga teringat dia akan komplek perumahan yang dulu dia tempati bersama orang tuanya. Kenangan saat dia masih berumur 7 tahun merupakan kenangan yang tidak pernah dia lupakan. Mata nya terpejam dan sinar berwarna kuning itu semakin lama semakin banyak mengelilingi nya di ruangan yang sangat gelap.

Pagi harinya...

Nady sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ini adalah hari pertama nya dia menginjakan kakinya di sekolah baru. Dengan seragam SMU Negeri, Nady berpamitan dengan nenek yang sibuk menjahit di ruang tengah. Nady pun langsung menuju teras depan dan disana dia bertemu dengan pak Kumis yang biasa membantu nenek untuk merawat bunga anggreknya.

‘Mau pergi ya mas Nady?’ tanya pak Kumis dengan logat jawanya.

‘Iya pak. Hari pertama lho’ jawab Nady sambil berlari menuju jalan beraspal hitam dan menunggu angkutan umum di halte beserta para calon penumpang lainnya.

Didalam mobil angkutan umum, Nady membaca beberapa petunjuk mengenai sekolah barunya. Sambil membaca buku itu, tiba-tiba seorang ibu berteriak ‘Awas ada lebah!’ sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena takut tersengat. Penumpang di dalam mobil pun panik. Mereka mulai mengikuti apa yang ibu tadi lakukan. Nady yang duduk paling ujung langsung menyadari sesuatu yang lain dari serangga itu. Ah mungkin perasaan ku saja. Sahutnya dalam hati.

Setiba di sekolah, terlihat anak-anak berpakaian putih abu-abu yang berkeliaran baik di luar pekarangan maupun di dalam pekarangan sekolah. Nady mulai memasuki lapangan yang ditumbuhi rumput hijau yang sepertinya baru saja di potong. Di sekeliling lapangan itu juga terdapat beberapa pohon yang rindang dan di bawahnya terlihat siswa dan siswi yang sedang bercakap-cakap duduk diatas akar pohon yang besar itu. Nady pun melanjutkan langkah kaki nya dan mulai mancari dimana letak ruang guru yang ternyata berada di ujung koridor paling kanan. Nady pun mempercepat langkahnya dan memasuki ruangan tersebut. Disana dia bertemu denga wakil kepala sekolah yang sepertinya sepantaran dengan papa Nady.

Nady pun disuruh duduk di kursi tamu yang ada di ruangan wakil kepala sekolah sambil membaca koran yang ada di atas meja. Tidak beberapa, seorang siswa mengetuk pintu ruangan dan Nady pun menoleh kepadanya.

‘Kamu yang bernama Nady kan?’ tanya siswa itu kepada Nady.

‘Iya benar’ jawab Nady sambil melipat koran yang sedarai tadi dia baca.

‘Perkenalkan aku Tomy, ketua kelas XI 2’ kata siswa yang bernama Tomy itu sambil menyalami Nady dan Nady pun membalasnya. ‘Mari aku perkenalkan dengan teman-teman yang lain di kelas’ ajak Tomy kepada Nady.

Mereka berdua pergi meninggalkan ruang wakil kepala sekolah dan menuju kelas XI 2 yang letaknya tidak jauh dari ruang guru. Saat sampai di kelas, Tomy melihat salah satu siswa dengan jaket sport berwarna hijau. Kelihatannya dia baru datang dan segera menuju kelas XI 2. Sebelum siswa berjaket hijau itu masuk ke kelasnya, Tomy pun berteriak ‘Tony....!’ Siswa berjaket hijau itu menoleh karena merasa namanya di panggil oleh seseorang. Dan dia pun langsung mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kelas. Siswa bernama Tony itu berjalan mendekati Tomy yang sedang bersama salah satu siswa yang belum dikenalnya.

‘Ton...kenalin! dia Nady murid baru di kelas ku’ kata Tomy saat Tony telah mendekat. Tony dan Nady saling berjabatan tangan tanda persahabatan. Saat tangan Nady menjabat tangan Tony, tiba-tiba wajah Tony menjadi terkejut.

‘Kamu nggak apa-apa kan?’ tanya Nady heran.

‘Oh, nggak kok. Ok, aku cabut dulu ya?!’ jawab Tony dengan singkat dan segera berjalan menuju kelas nya.

‘Tony kenapa ya?’ tanya Tomy. Nady yang ditanya oleh Tomy, menggelengkan kepalanya isarat dia juga tidak mengetahui penyebabnya. Saat Tony dan Nady membalikan badan mereka, Nady menabrak seorang siswi yang sedang jalan berlawanan arah dengan dia.

‘Aduh sakit! Kalau jalan tuh lihat-lihat dong, jangan asal ngeloyor aja!’ gerutu siswi itu.

‘Iiiyaa...sorry, aku nggak sengaja. Sorry ya....?!’ kata Nady merasa bersalah.
Setelah meminta maaf kepada siswi itu, Nady dan Tomy pun kembali ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran pertama.

‘Hari pertama udah nabrak cewek. Wah pertanda bagus tuh, Dy’ sindir Tomy kepada Nady. Sedangkan Nady hanya tertawa garing sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Malamnya....

‘Bagaimana sekolah mu tadi?’ tanya nenek kepada Nady yang sedang asik menonton pertandingan bola di televisi. Nady dengan memakai baju kaos dan celana bola berwarna merah duduk di ruang keluarga dengan setoples kerupuk emping di tangan kanannya.

‘Hm...lumayan nek’ jawab Nady yang masih konsentrasi dengan pertandingan dan tangan kanannya masih asik menggambil kerupuk emping dan memasukannya ke dalam mulutnya. ‘Nady kenalan dengan Tomy, dia ketua kelas XI 2’ sambung Nady sambil melihat neneknya yang duduk disampingnya.

‘Nenek mau nonton sinetron?’ tanya Nady sambil memperbaiki cara duduk yang agak selonjoran menjadi lebih sopan.

‘Ah ga usah. Sinetron sekarang buat jantungan. Adegannya marah-marah semua. Nenek duduk aja disini menemanin kamu sambil membuka beberapa jahitan yang tadi salah di potong’ jawab nenek sambil mengambil beberapa helai pakaian dan memulai membuka jahitan yang ada di salah satu pakaian.

Beberapa hari kemudian, Nady mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Dia telah memiliki banyak teman dan sudah mulai bercakap-cakap mengenai berbagai hal.

‘Eh nanti malam kita hang out yuk!’ ajak Tomy kepada yang lain.

‘Yuk! Kita ketemuan di cafe nya bang Boim aja. Suasananya cozy banget!’ jawab salah satu teman Tomy. Nady yang duduk di sebelah Tomy pun mengiyakan dengan anggukan. ‘Kebetulan aku juga belum pernah keliling kota ini. Kayaknya udah berubah banget ya’ sambung Nady sambil meminta persetujuan yang lainnya.

‘Eh ajak Tony ga? Dari kemarin dia keliatan suntuk banget!’ sambung Tomy

‘Boleh aja tapi dia udah pulang duluan. Mukanya pucat banget. Kayak ketemu setan aja’ jawab siswa yang duduk paling ujung dengan mengenakan rompi rajutan.

Sorenya....

‘Nek...’ panggil Nady yang keluar dari kamarnya. Dia ingin memberitahukan kepada neneknya kalau malam ini dia akan keliling-keliling kota bersama temannya. ‘Nek..’ panggilnya sekali lagi. Kemudian dia berjalan keluar menuju teras rumah dan tiba-tiba dia dikagetkan oleh serangga kecil yang kemudian mengelilinginya. Nady kemudian mengibaskan tangannya untuk mengusir serangga itu. Dari samping luar teras, pak Kumis melihat ulah Nady dan melihatnya dengan heran.

‘Mas Nady...Mas Nady kenapa?’ tanya pak Kumis agak sedikit berteriak.

‘Ada serangga tadi...’jawabnya masih merasa khawatir jikalau serangga tadi kembali mengganggunya. ‘Nenek mana pak Kumis?’ sambungnya sambil merapikan rambut dan pakaiannya yang dirasanya berantakan.

‘La itu...di samping lagi merapikan tanaman anggrek’ tunjuk pak Kumis dengan logat jawanya.

Nady pun berjalan menuju ke arah yang ditunjukan pak Kumis tadi. Taman samping sangat di tata rapi oleh nenek yang dibantu oleh pak Kumis. Kebanyakan bunga anggrek bergantungan di antara dinding tembok dan ada juga sengaja dibuat tempat khusus dari kayu dan di atas nya diletakan pot berukuran sedang yang berisikan berbagai macam bunga anggrek.

‘Nenek....Nady cariin dari tadi’ kata Nady sambil terpesona melihat deretan anggrek kepunyaan neneknya.

‘Ada apa Nady?’ jawab nenek yang masih asik merapikan tanaman anggreknya.

‘Nanti malam Nady pergi sama teman keliling-keliling kota ya nek. Lagian motor kiriman dari papa kan udah datang nek. Kasian kan kalau di diamkan sendiri di garasi hehehe’ rayu Nady kepada neneknya.

‘Hahaha kamu ini...kalau ada maunya pasti muter-muter ngomongnya. Itukan motor pemberian papa mu. Kalau mau dipake ya kamu pake aja. Nenek sudah ketuaan untuk mempunyai motor besar seperti itu’ nenek nya pun langusng tertawa melihat tingkah Nady.

‘Hehehe iya nek...pulangnya terlambat ya nek. Pagarnya sama pintu jangan di kunci dulu lho’ canda Nady kepada neneknya. Nenek pun tertawa mendengar apa yang diucapkan Nady dan menyetujui jikalau Nady akan pulang terlambat.

Malam minggunya....

Nady sudah bersiap-siap untuk pergi. Dilihatnya nenek sedang asik menonton acara TVRI kesukaannya di ruang keluarga. Kemudian dia mengambil sepatu conversenya di deretan rak sepatu di samping pintu dapur.

‘Nek, Nady pergi dulu yah’ kata Nady diikuti anggukan nenek yang menyatakan iya karena beliau sedang asik mendengarkan tembang lawas di televisi. Nady keluar melewati dapur dan langsung menuju garasi yang berisikan beberapa kotak pupuk anggrek disampingnya ada lemari kayu yang sengaja dibuat untuk tempat arang. Didalam garasi itu juga ada sepesa ontel milik almarhum kakek yang biasanya digunakan nenek jikalau pergi ke pasar pagi dan disebelahnya terdapat motor besar yang sengaja dikirim oleh papa untuk Nady. Mata Nady langsung berbinar melihat motornya yang sudah siap untuk diajak berkeliling-keliling kota. Nady membuka pintu garasi yang digerendel dan mendorongnya keluar sehingga setengah pintu garasi yang terbuat dari besi itu terbuka.

Nady mendorong keluar motornya dan menurunkan standar motor kemudian mengambil helm yang berada diatas lemari kayu tadi. Setelah itu Nady menutup pintu garasi itu kembali dan langsung menaiki motornya dan menghidupkan stater sehingga terdengar suara deruman motor yang halus. Tangan kirinya menekan kolping dan kakinya langsung menginjak gigi motor dan kemudian dia melepaskan kolping sehingga motorpun berjalan dengan mulus.

Tidak beberapa lama, motor Nady sudah melesat kencang di jalan raya. Banyak sekali orang-orang yang berkeliaran baik itu mereka berombongan ataupun bersama pacar mereka. Yah namanya juga malam minggu, pasti rame la. Ujarnya dalam hati.

Suasana kota saat itu benar-benar semarak. Kerlap kerlip lampu kota sangat mengubah kota yang seingat dia sangat sederhana menjadi kota yang sangat metropolitan. Nady sesaat terpana akan perubahan kota itu. Motornya masih melaju dengan kencang dan Nady sangat menikmati pemandangan malam tetapi tiba-tiba disampingnya terbang beberapa seranggan yang berwarna kuning. Awalnya dia mengira bahwa itu adalah pantulan lampu dari pembatas jalan. Namun Nady langsung menyadarinya saat serangga itu mulai mengelilinginya. Nady pun secara spontan menekan rem tangannya dan hampir saja slip dan menabrak pembatas.

Dengan cepat dia membuka helmnya dan melihat apakah serangga berwarna kuning tadi masih ada disekelilingnya. Sesaat dia merasa panik dan takut. Trajedi saat dia berumur 7 tahun kembali teringat olehnya. Segelombolan kunang-kunang mengejarnya dan sepertinya ingin melumatnya hidup-hidup. Nady langsung mengatur nafasnya yang tidak teratur kembali normal. Kenapa mereka datang lagi? Tanyanya dalam hati. Bukannya dulu sarang mereka sudah dibakar oleh orang-orang komplek itu? kembali Nady bertanya dalam hati. Namun dia masih belum bisa menjawab arti dari kejadian tadi.

Saat Nady ingin menstater motornya kembali, dipersimpangan dia melihat motor melaju sangat kencang. Nady sangat terkejut. ‘Siapa sih yang mengendarai motor ugal-ugalan seperti itu?’ katanya sambil memakai helm. Saat motor itu melewatinya, ada dua hal yang terlintas dalam pikiran Nady. Pertama itu adalah segerombolan kunang-kunang dan kedua, si pengendara motor adalah Tony. Nady mengenalnya lewat tipe motor dan jaket yang sering dikenakan oleh Tony.

Nady pun langsung mengegas motornya untuk menyusul Tony. Tapi Nady kalah jauh dengan Tony yang sedari tadi melesat dengan kecepatan diatas rata-rata. Nady membuka penutup helmnya dan berteriak...

‘Tony!!! Tony!!! Rem Ton!!! Rem!!!’

Namun teriakan Nady kalah dengan iringan angin yang menderu malam itu. Nady masih mencoba menyusul Tony dengan kecepatan yang sama walaupun sebenarnya dia merasa takut jikalau nanti tidak bisa mengontrol kecepatan motornya. Nady melihat Tony yang dikelilingi kunang-kunang. Semakin lama kunang-kunang itu semakin banyak. Tidak! Ini pasti mimpi!!. Yakinnya dalam hati. Tetapi temannya yang ada tepat didepannya bukan lah mimpi tapi kenyataan.

Dilihatnya motor Tony hampir oleng dengan adanya segerombolan kunang-kunang itu. Dan mata Nady pun terlihat shock begitu melihat tepat didepan Tony sebuah truk yang akan melintas dan Tony tidak melihatnya.

‘TONY!!!! DIDEPANMU!!!REMMMM!!!TON!!!REM!!!!’ teriak Nady yang sekarang membuka helmnya dan melemparnya entah kemana. Tanpa disadarinya air matanya mengalir saat dia meneriaki temannya itu. Tapi semua sudah terlambat, Nady melihat Tony sudah terseret oleh truk yang ada didepannya dan terpental jauh dari motornya. Nady berusaha melihat kalau Tony akan bangkit dan berdiri tetapi tubuh Tony tergeletak tanpa bergerak sedikitpun. Dan kunang-kunang yang sedari tadi mengitari Tony pun lenyap. Ada kengerian di wajah Nady.

Tidak! Ini mimpi!!! Yakinnya dalam hati.

0 komentar:

About Me

My photo
being who I am and loving what I'm doing coz you'll never be lonely if you learn to befriend yourself..... just remember to be yourself and remember throughout everything why you first wanted to do this...