Pages

Oct 14, 2011

The Rain Drops is Heavier (Nabe's Version)

Awal musim panas di Suwon.........

Kereta berjalan dengan sangat kencang. Aku bisa melihat pemandangan hijau di luar sana. Hamparan sawah dan kebun yang sengaja di buat di dekat rumah terlihat sangat klasik bagi ku yang pencinta kehidupan tradisional. Sesaat aku mengkhayal memiliki rumah dimana terdapat kebun sayur dan buah yang aku tanam sendiri. Kemudian kereta mulai memelankan lajunya. Ternyata aku sudah sampai di stasiun kota Suwon. 

Aku mulai berjalan dengan menyeret tas travelling berwarna abu-abu dan tas berisi laptop aku sandangkan ke bahu kiri ku. Aku pun keluar dari kereta dan melihat beberapa hal yang aku rindukan dari stasiun ini kemudian aku terus berjalan menuju pintu keluar dari stasiun untuk mencari taksi yang bisa mengantarku ke hotel yang telah di sediakan oleh kantor ku.

Seharusnya aku tidak melangkahkan kaki ku ke kota ini. Terlalu banyak kenangan manis tetapi menyakitkan. Tapi karena senior ku tidak bisa menghadiri pertemuan di kota ini maka aku junior di kantor yang harus mewakilinya. 

Hari ini aku mendapat sms dari seorang teman yang ingin bertemu dengan ku. Dan aku pun mengiyakan pertemuan ini. Kami berjanji di tempat yang biasanya dulu kami kunjungi saat kuliah. 

Aku berjalan menuju salah satu coffe shop di daerah suwon. Aku sudah siap dengan akibat dari keputusan ku hari ini. Jantung ku berdetak lebih kencang dari pada sebelum nya. Cuaca di sekitar ku mendadak menjadi -4 derajat celcius dan seperti nya aku butuh jaket yang lebih tebal.

Aku telah sampai di depan pintu coffee shop dan tiba-tiba langkah kaki ku berhenti sejenak. Ada rasa bimbang di dalam hati. Apakah aku akan masuk ke dalam atau tidak. Di sisi lain aku mendengar kata masuk dan di sisi lain aku mendengar kata lari. Aku pun menggelengkan kepala ku dan meminta otak ku untuk berfikir tetap tenang karena aku sudah memutuskan untuk datang dan menghadapi nya.

Dengan mengucapkan bismillah, aku membuka pintu dan melangkah masuk ke coffee shop sambil menelan air ludah ku sendiri.

Salah seorang pelayan pria dengan berpakaian kemeja putih dengan rompi berwarna gelap dan celana hitam menghampiri ku dan menanyakan apakah aku datang bersama teman atau tidak. Aku langsung memberikan pernyataan kepada pelayan itu jikalau aku telah memiliki janji dengan seseorang disini. Pelayan itu pun membuka daftar list tamu yang ada dan aku melemparkan pandangan ku ke sekitar puluhan tamu yang memenuhi coffee shop itu. Sebelum pelayan itu menanyakan nama teman yang aku temui, aku sudah berjalan ke arah salah satu penghuni meja paling sudut. Disana duduk seorang wanita seumuran ku sambil menghirup coffee late yang ada di tangan nya. 

Wanita itu sedikit kaget dan grogi begitu melihat ku berdiri di depan nya. dia pun mempersilakan duduk dan aku pun menuruti apa yang dia perintah kan. 

Mata ku tertuju kepada wanita yang di depan ku. Seperti nya dia lebih gugup dibanding dengan aku karena setiap detik tangan nya selalu memainkan tangkai cangkir coffee late milik nya dan menghirup sedikit demi sedikit. 

‘Apa kau mau pesan sesuatu?’ Tanya wanita itu.

‘Aku pikir kau sudah memesan apa yang biasa aku minum’ Jawab ku datar.

Wanita itu kembali terkejut. ‘Ah iya kau benar sekali’ Ujar nya dengan masih memegang cangkir minuman nya. 

Beberapa saat kemudian datang pelayan membawa mochacinno pesanan wanita di depan ku ini dan dia menyuruh pelayan itu untuk meletakan mochacinno itu di depan ku. Aku melihat uap yang keluar dari cangkir mochacinno ku. Seperti nya baru saja di buat dan pasti dia, wanita di depan ku ini telah memberikan perintah untuk membuat minuman ini jikalau aku telah duduk di depan nya.

‘Hm...apa...’

‘Langsung saja. Aku tidak suka berbelit-belit. Ah bukan nya kau tahu kalau aku tidak suka berbelit-belit?’ Potong ku sambil memalingkan wajah ku ke arah tamu lainnya.

‘Baiklah’ Jawab nya lagi.

Wanita itu masih memainkan tangkai cangkir minuman nya. Sepertinya wanita itu memerlukan 1000 kali lipat keberanian untuk membuka mulut nya. Sudah sepuluh detik waktu berlalu dan aku merasa sudah satu jam aku duduk disini. Akhirnya aku memutus kan untuk meminum mochacinno yang ada di depan ku. Aku menghirup nya pelan-pelan dan memejamkan mata sebentar. Ah rasa nya masih sama seperti 4 tahun yang lalu. Kata ku dalam hati.

‘Kau sudah tenang bearti’ Kata wanita di depan ku tiba-tiba. 

Aku pun tersentak dan membuka mata ku. Aku melihatnya dengan sedikit bingung. Aku menghela nafas sejenak dan meletakan cangkir minuman ku ke tempat nya semula.

‘Aku tahu yah aku tahu semua nya. Kau akan merasa lebih baik jikalau ada secangkir mochacinno di tangan mu. Dan jikalau kau telah meminum nya kau akan memejamkan mata mu. Itu arti nya kau sudah tenang’ Terang wanita itu kembali. 

Merasa seperti tertangkap tangan, aku pun memperbaiki cara duduk ku dan mengalihkan pandangan ku ke arah jendela. Terlihat cuaca mendung. Awan hitam mulai menyusun barisan nya secara rapi dan menutup langit biru tadi. Aku melihat setetes demi tetes air jatuh dari langit dan akhirnya hujan pun turun.

‘Kau tidak suka hujan bukan?’

Kali ini aku tidak kaget dengan apa yang wanita itu katakan. Karena aku memang benar-benar tidak menyukai hujan. Karena hujan pasti akan memberikan sesuatu yang tidak aku sukai. Hujan menggambarkan cucuran air mata. Yah seakan langit menangis. Masih memandang ke arah jendela yang sisi luar nya telah di basahi oleh air hujan, wanita di depan ku pun melanjutkan kembali ucapannya.

‘Aku benar-benar tidak tahu harus memulai dari mana. Tapi yang jelas aku meminta maaf kepada mu. Aku tahu aku salah. Ah bukan aku tahu aku sudah sangat bersalah kepada mu selama 4 tahun ini. Kejadian nya sangat cepat dan aku pun juga tidak tahu sejak kapan terjadi. Aku tidak berniat untuk melakukan ini kepada mu. Sungguh. Kau masih percaya kepada ku kan?....

‘Bisa di bilang aku tidak sadar akan apa yang aku perbuat. Aku seperti sudah di butakan. Aku khilaf tapi aku benar-benar tulus. Dan aku juga benar-benar meminta maaf kepada mu untuk 4 tahun ini. Kau pasti mengerti dengan apa yang aku rasakan. Aku seperti menjadi orang yang baru. Aku seperti menjadi diri ku sendiri tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain. Belum pernah aku merasa hal yang setulus ini’ Jelas wanita itu kepada ku.

Aku masih memperhatikan hujan di luar sana. Sebagian perkataan wanita yang ada di depan ku seakan terdengar sayup-sayup. Dan sejujurnya aku tidak berniat untuk mendengarkan hal yang sudah aku prediksi sebelum aku datang kemarin. Ada sebagian dalam diriku tidak menyetujui apa yang wanita itu ucapkan. 

Tidak berniat? Percaya? Tidak sadar? Khilaf? Tulus? Yang benar saja! Dari mana dia bisa merangkai kata-kata yang seharusnya tidak dia rangkai? Pikir ku dalam hati. 

‘Aku tahu pasti kau tidak ingin mendengarkan semua penjelasan ku tapi aku harus menjelaskan semua nya kepada mu. Apa kau mendengarkan ku?’ Tanya wanita itu dengan sedikit cemas.

‘Hm..’ Jawab ku asal-asalan saja.

‘Apa kau mengerti dan memaafkan ku?’ Tanya nya kembali kepada ku. 

Kali ini aku tidak menjawab nya. Ada semacam gemuruh di dalam hati ku mendengar perkataannya barusan. Maaf? Mengerti? Benar-benar dua kata yang sangat harmonis jika di kaitkan secara bersamaan dalam persoalan ini. Aku pasti sudah gila jika berlama-lama mendengarkan ocehan wanita itu.

Aku masih terpaku dan akhirnya memalingkan wajah ku ke arah wanita yang ada di depan ku. Ku lihat ekspresi berharap di wajah nya. Mata nya penuh harap dan ada kecemasan yang tergambar. Tapi aku adalah teman mu bukan? Kita saling mengenal sudah 4 tahun bukan? Apa selama 4 tahun itu kau tidak bisa mengerti dan memahami aku?’ Lanjut wanita itu.

Aku menarik nafas ku dalam-dalam dan mencondongkan badan ku ke arah wanita yang ada di depan ku.
‘Hanya satu yang bisa aku katakan. Semoga bahagia’ Ujar ku sambil berdiri dan pergi meninggalkan wanita itu sendiri. 

Langkah kaki ku tetap tegap keluar dari coffee shop itu. Walaupun kepala ku terasa pusing dan pandangan ku agak kabur, aku berusaha berjalan lurus di hadapan nya. Agar wanita itu mengetahui bahwa aku berbeda dengan aku yang dulu.

Aku pun keluar dari coffee shop itu dan menerobos hujan yang mengguyur tanah Suwon sore itu. Berjalan seakan tidak terjadi apa-apa. Tapi tiba-tiba aku menghentikan langkah ku. Aku menundukan kepala dan terdiam. Nafas ku menjadi sesak dan sekeliling wajah ku terasa panas sepanas awal musim panas di Suwon.


NB : aneh ga kalo di musim panas bisa hujan yak??well just my imagination

0 komentar:

About Me

My photo
being who I am and loving what I'm doing coz you'll never be lonely if you learn to befriend yourself..... just remember to be yourself and remember throughout everything why you first wanted to do this...