Sore itu....
Aku duduk di meja kerja ku menatap layar komputer yang berisi microsoft word yang masih kosong. Aku berusaha untuk menemukan ide menulis bertema romance, tapi semakin lama aku memikirkan semakin mengantuk mata ku menatap layar komputer. Padahal tanggal dead line adalah akhir bulan ini dan harus di serahkan kepada editor majalah.
Hah! Ini kan bulan Oktober, kenapa harus mengangkat tema romance? Seharusnya tema horor. Batin ku.
Aku melirik ke penjuru kantor, dimana masih ada beberapa karyawan yang masih belum pulang di karenakan dead line ini. Mata ku masih mengantuk sekali, padahal sudah dua gelas kopi yang aku teguk dalam sehari ini.
Aku pun mulai mensearching di internet mengenai romance. Aku memaksakan mata ku sendiri untuk fokus, begitu pula dengan otakku. Begitu aku melihat hasil dari pencarian tiba-tiba masuk YM dari salah seorang teman ku.
‘Hey sudah selesai story mu tentang romance?’ tanya nya.
Aku sedikit kaget dan itu berhasil membuat mata ku kembali bernyawa. Aku pun membalas nya.
‘Well, setelah berjam-jam dan dua gelas kopi yang aku minum sepertinya aku belum menemukan ide yang sangat pas’
‘Apa kau terbentur dengan tema romance?’ tanya nya kembali. Aku pun langsung menjawab dengan singkat.
‘Yup’
‘Hahaha aku doakan semoga cepat selesai. Oia aku kirim story ku tentang romance yah. Dan aku mohon kau mau menjadi editor sementara ku karena editor ku sedang ke luar kota’
‘Ok. Biil nya nanti ku kirim kan ya hahaha’ aku pun tersenyum saat mengetik kalimat itu.
‘Iya akan ku kirim kan sepaket ice cream kesukaan mu nanti’ jawab nya lagi.
Sedetik kemudian aku telah menerima story dari teman ku yang bertema kan romance. Dan aku benar-benar terkejut jikalau dia mampu menulis story tentang romance. Wow! Sepertinya aku tidak mengenal nya lagi! Kata ku dalam hati.
Aku pun mulai mengedit setiap kata dari story itu. Terkadang aku tersenyum pada saat membaca beberapa kalimat. Ah bisa saja dia menulis story beginian, apa karena aku sudah lama tidak berjumpa dengan nya yah? Tanya ku dalam hati.
Aku meregangkan tangan dan badan ku yang aku rasakan sangat penat. Aku memijat pundak ku sendiri dan mengucek kedua mata ku yang sepertinya ingin tertutup saja.
Romance yah....romance itu adalah sesuatu hal yang sangat manis dan terkadang pahit. Ah apa aku memang benar-benar tidak bisa menulis tentang romance yah? Batin ku lagi.
‘Ok! Aku akan mencoba menulis beberapa story sederhana dulu. Yup! Semangat!’ kata ku kepada diri sendiri.
Awalnya aku menceritakan seorang pria yang tekun dalam bekerja dan fokus dalam pekerjaan. Dan tiba-tiba menjadi goyah ketika dia berkenalan dengan seorang wanita yang tidak sengaja di temuinya. Mereka bertemu dalam hal pekerjaan. Selama empat bulan hanya bisa melihatnya dari balik meja dan tersenyum sedikit apabila melihatnya.
Lho? Kenapa jadi cerita patah hati begini sih? Kata ku dalam hati sambil menggaruk kepala ku yang tidak gatal.
Permulaan yang sangat mulus tapi ending nya ga enak. Ah! Gatot deh!! Kataku kepada layar komputer di depan ku.
‘Hey kenapa bicara dengan komputer?’ Tiba-tiba terdengar suara yang selama ini selalu aku nantikan. Dan aku pun melihat ke arah si pemilik suara itu.
‘Aaaaaaa tidak. Hanya saja aku belum menemukan ide yang pas dengan tema romance yang dead line nya akhir bulan ini’ Jawab ku sedikit grogi.
‘Ooo soal itu. Sebenarnya gampang. Hanya saja kau tidak peka saja dengan sekitar mu. Romance itu selalu ada kok. Tergantung dengan apa kau melihatnya’
‘Tergantung dengan apa aku melihatnya?maksudnya?’
‘Kalau kau melihat dengan mata mu saja ya percuma’
‘So?’
‘Mata hati dong. Seperti sekarang. Jikalau kau melihat ku dengan mata hati mu, apa yang kau rasa kan?’
Saat dia mengatakan kalimat itu, tiba-tiba jantung ku langsung berdetak kencang. Muka ku terasa sangat panas dan merah seperti kepiting rebus. Aku terdiam beberapa saat. Seakan detik jam yang ada di dinding terdengar oleh ku. Aku mencoba mengatur raut wajah dan berusaha menetralisirkan detak jantung ku karena saat aku melihat wajahnya, seakan dia mengetahui detakan jantungku semakin tidak bisa ku kendalikan.
NB : mikir juga nulis tentang romance tapi kayak nya ga bisa deh...haduh irda handayani, diriku mengibarkan bendera putih deh kalo gitu (-_____-)v
Oct 31, 2011
Oct 30, 2011
Almost Here......
Aku berdiri di depan cermin di dalam rest room di salah satu cafe di kota besar ini. Pandangan ku lurus menatap bayangan di cermin dan meyakinkan diri bahwa ini lah hal yang harus aku lakukan. Hal yang seharusnya dari dulu ku lakukan. Sekarang atau tidak sama sekali. Batin ku dalam hati.
Aku melihat penampilan ku kembali di depan cermin. Perfect! Setidaknya aku terlihat rapi. Yakin ku kembali kepada diri ku sendiri. Aku merapikan beberapa helai rambut yang terkulai di dekat telinga ku dan memperbaiki kuncir ekor kuda ku. Setelah meyakinkan diri, aku pun keluar dari rest room tersebut dan berjalan menuju meja yang telah aku pesan.
Aku duduk di salah satu sudut cafe yang bercorak hijau mint dan putih yang mewarnai wallpaper. Cafe ini sangat nyaman sekali karena diiringi lagu jaz yang lembut. Aku cukup terhanyut dalam alunan musik jaz sampai pelayan cafe menghampiri ku. Aku sedikit malu dengan tingkah ku tadi dan pelayan itu hanya tersenyum dan meletakkan list menu yang di tawarkan di cafe ini.
Aku pun melihat beberapa menu makanan dan minuman yang ada di list menu. Dan memilih segelas mint tea dan tiramisu untuk menemani ku di cafe ini. Pelayan itu pun pergi meninggalkan ku dengan membawa list pesanan ku.
Aku melirik jam yang ada di tangan kiri ku dan melihat handphone yang sengaja aku letakan di sebelah kanan meja. Beberapa kali ku liat pengunjung yang masuk ke dalam cafe ini dan berharap dia muncul dari balik punggung pengunjung.
Aku masih melirik jam di tangan ku dan setiap detik terasa sangat lama. Apa dia terlambat yah? Tanya ku dalam hati.
Pelayan tadi datang dengan membawa pesanan ku dan meletakan nya di atas meja.
‘Silahkan di minum dan di cicipi. Jikalau ada apa-apa, silahkan panggil saya’ Kata pelayan itu kepada ku dengan tersenyum. Aku pun membalas nya dengan anggukan dan senyuman dan melihat pelayan itu membalikan badannya dan pergi menuju meja pengunjung lainnya.
Aku menghirup aroma mint tea yang ada di depan ku dan mengangkat cangkir itu dan meminumnya. Seteguk mint tea mengalir dengan hangat di tenggorokan ku. kemudian aku meletakan cangkir tersebut dan beralih ke tiramisu yang berada di sebelahnya. Aku pun memotong kecil tiramisu itu dan memakannya. Setidaknya aku telah memakan sesuatu hari ini. Batin ku dan sambil mengingat pada hari ini aku belum menyentuh makanan apa pun.
Aku menjadi lupa sarapan karena menerima telpon dari dia. Dia yang selama ini aku cari dan aku rindukan. Dan akhirnya kami akan bertemu pada hari ini.
Aku melirik handphone yang tergeletak di meja dan mengambilnya. Aku membuka menu handphone tersebut dan mencari menu message di dalamnya dan mengklik salah satu pesan yang aku terima pagi ini.
Aku membaca berulang kali pesan itu. Karena aku takut jikalau yang aku lihat hanyalah khayalan ku saja. Aku tersenyum begitu meilihat tulisan yang ada di pesan itu. Aku membacanya berulang kali karena aku tidak akan bosan membacanya pesan singkat dari nya.
Aku mulai memikirkan hal yang sangat menyenangkan di saat bertemu dengan nya nanti. Sampai-sampai aku tersenyum sendiri. Akhirnya aku akan bertemu dengan mu. Kata ku kepada pesan itu dengan suara yang sengaja aku kecilkan.
Tiba-tiba handphone yang aku pegang berdering. Aku sedikit kaget dan melihat namanya lah yang ada di lcd handphone ku. Aku buru-buru mengangkatnya.
‘Halo’
‘Halo...apa kau sudah sampai?’ Tanya suara di seberang sana.
‘Iya. Aku sudah di tempat yang dijanjikan’ Jawab ku dengan suara yang sedikit goyang karena aku merasa grogi.
‘Oh begitu’
Dan kemdian hening sesaat. Aku pun bingung dan berfikir kalau terjadi apa-apa dengan dia hari ini.
‘Begini, sepertinya aku tidak bisa datang. Maaf ya. Aku ada keperluan mendadak’ Kata suara itu.
‘Ooo..begitu. Tidak apa-apa. Lain waktu saja kalau begitu’ Kata ku sedikit memaksa dia untuk bertemu di lain waktu.
‘Mmm...aku tidak yakin kapan. Tapi kita lihat saja nanti ya. Sekali lagi aku minta maaf’
‘Tidak apa-apa. Aku mengerti itu’ Jawab ku meyakinkan dia.
‘Sudah dulu ya’
‘Ya’
Terdengar bunyi ‘klik’ di seberang sana tanda dia sudah menutup telpon nya. Aku menatap handphone ku sendiri dan mulai mencari nama nya di list name yang ada di handphoneku. Sepertinya aku menyimpan nomornya, tapi dimana ya? Tanya ku kepada diriku sendiri.
Mata ku langsung tertuju kepada satu nama di antara sederetan nama yang ada. Otomatis aku langsung tersenyum dan merasakan sedikit kehangatan begitu membaca namanya. Aku pun menekan tombol edit dan mengubah namanya di handphone ku.
Dan aku pun menuliskan kata Mama.
Oct 14, 2011
Iseng Doang....
Letter From Nabe....
당신은 항상 나를 걱정하게 ...
dangsineun hangsang nareul geokjeonghage ...
항상 당신이 가정에서 이미하거나하지 말아야하는지 알고 싶었 ..
hangsang dangsini gajeongeseo imihageonahaji marayahaneunji algo sipeot ..
항상 당신이 이미 먹지 않을 걸 알고 싶어 ..
hangsang dangsini imi meokji anheul geol algo sipeo ..
당신이 아프 때, 나의 두려움은 점점 ...
dangsini apeu ttae, naui duryeoumeun jeomjeom ...
즉시 당신은 어떠세요 당신을보고 연락해서 ...
jeuksi dangsineun eotteoseyo dangsineulbogo yeollakhaeseo ...
하지만 내 휴대폰을 갖고있을 때, 내 심장은 뛰고 즉시
hajiman nae hyudaeponeul gatgoisseul ttae, nae simjangeun ttwigo jeuksi
내 즉각적인 생각이 뒤죽박죽 아르
nae jeukgakjeogin saenggagi dwijukbakjuk areu
내가 전화하면 내가 당신을 괴롭힐거야 여부
naega jeonhwahamyeon naega dangsineul goerophilgeoya yeobu
내가 정말 걱정 했어요
naega jeongmal geokjeong haesseoyo
날 걱정하게 만들지 수없는 이유는 무엇입니까?
nal geokjeonghage mandeulji sueomneun iyuneun mueosimnikka?
지금은 내가 당신을 마음에 드는걸 어떻게 생각
jigeumeun naega dangsineul maeume deuneungeol eotteoke saenggag
Sebenarnya ini bukan surat tapi sedikit memaksa karena niatnya ini akan di tulis seperti menulis surat. Awalnya berbahasa indonesia (asli) tapi entah kenapa ingin di translate ke bahasa korea. Tulisan hangeul dan romanji ini di translate oleh dian onni *bow*.
Inti dari serangkaian kalimat yang di paksa menjadi surat ini adalah ‘geokjeonghage’ atau worry. Pertama sih iseng menulis tentang sesuatu yang ada di pikiran. Dan tiba-tiba ‘TADA...’ sudah jadi beberapa kalimat yang kalau di lihat lebih ke puisi kontemporer (itu pun masih ga masuk kategori) XD.
Bagi yang tahu arti nya wah congrats yak....bearti udah paham banget dengan bahasa ini (aku aja belum ngeh sampe sekarang :p)
Apapun itu artinya yang jelas tidak ada maksud lain lho *suerrr di kutuk jadi keren juga mau banget!! XP*
NB : Gomawoyo dian onni...neomu neomu gomawoyo.....(^.^)v
당신은 항상 나를 걱정하게 ...
dangsineun hangsang nareul geokjeonghage ...
항상 당신이 가정에서 이미하거나하지 말아야하는지 알고 싶었 ..
hangsang dangsini gajeongeseo imihageonahaji marayahaneunji algo sipeot ..
항상 당신이 이미 먹지 않을 걸 알고 싶어 ..
hangsang dangsini imi meokji anheul geol algo sipeo ..
당신이 아프 때, 나의 두려움은 점점 ...
dangsini apeu ttae, naui duryeoumeun jeomjeom ...
즉시 당신은 어떠세요 당신을보고 연락해서 ...
jeuksi dangsineun eotteoseyo dangsineulbogo yeollakhaeseo ...
하지만 내 휴대폰을 갖고있을 때, 내 심장은 뛰고 즉시
hajiman nae hyudaeponeul gatgoisseul ttae, nae simjangeun ttwigo jeuksi
내 즉각적인 생각이 뒤죽박죽 아르
nae jeukgakjeogin saenggagi dwijukbakjuk areu
내가 전화하면 내가 당신을 괴롭힐거야 여부
naega jeonhwahamyeon naega dangsineul goerophilgeoya yeobu
내가 정말 걱정 했어요
naega jeongmal geokjeong haesseoyo
날 걱정하게 만들지 수없는 이유는 무엇입니까?
nal geokjeonghage mandeulji sueomneun iyuneun mueosimnikka?
지금은 내가 당신을 마음에 드는걸 어떻게 생각
jigeumeun naega dangsineul maeume deuneungeol eotteoke saenggag
Sebenarnya ini bukan surat tapi sedikit memaksa karena niatnya ini akan di tulis seperti menulis surat. Awalnya berbahasa indonesia (asli) tapi entah kenapa ingin di translate ke bahasa korea. Tulisan hangeul dan romanji ini di translate oleh dian onni *bow*.
Inti dari serangkaian kalimat yang di paksa menjadi surat ini adalah ‘geokjeonghage’ atau worry. Pertama sih iseng menulis tentang sesuatu yang ada di pikiran. Dan tiba-tiba ‘TADA...’ sudah jadi beberapa kalimat yang kalau di lihat lebih ke puisi kontemporer (itu pun masih ga masuk kategori) XD.
Bagi yang tahu arti nya wah congrats yak....bearti udah paham banget dengan bahasa ini (aku aja belum ngeh sampe sekarang :p)
Apapun itu artinya yang jelas tidak ada maksud lain lho *suerrr di kutuk jadi keren juga mau banget!! XP*
NB : Gomawoyo dian onni...neomu neomu gomawoyo.....(^.^)v
The Rain Drops is Heavier (Nabe's Version)
Awal musim panas di Suwon.........
Kereta berjalan dengan sangat kencang. Aku bisa melihat pemandangan hijau di luar sana. Hamparan sawah dan kebun yang sengaja di buat di dekat rumah terlihat sangat klasik bagi ku yang pencinta kehidupan tradisional. Sesaat aku mengkhayal memiliki rumah dimana terdapat kebun sayur dan buah yang aku tanam sendiri. Kemudian kereta mulai memelankan lajunya. Ternyata aku sudah sampai di stasiun kota Suwon.
Aku mulai berjalan dengan menyeret tas travelling berwarna abu-abu dan tas berisi laptop aku sandangkan ke bahu kiri ku. Aku pun keluar dari kereta dan melihat beberapa hal yang aku rindukan dari stasiun ini kemudian aku terus berjalan menuju pintu keluar dari stasiun untuk mencari taksi yang bisa mengantarku ke hotel yang telah di sediakan oleh kantor ku.
Seharusnya aku tidak melangkahkan kaki ku ke kota ini. Terlalu banyak kenangan manis tetapi menyakitkan. Tapi karena senior ku tidak bisa menghadiri pertemuan di kota ini maka aku junior di kantor yang harus mewakilinya.
Hari ini aku mendapat sms dari seorang teman yang ingin bertemu dengan ku. Dan aku pun mengiyakan pertemuan ini. Kami berjanji di tempat yang biasanya dulu kami kunjungi saat kuliah.
Aku berjalan menuju salah satu coffe shop di daerah suwon. Aku sudah siap dengan akibat dari keputusan ku hari ini. Jantung ku berdetak lebih kencang dari pada sebelum nya. Cuaca di sekitar ku mendadak menjadi -4 derajat celcius dan seperti nya aku butuh jaket yang lebih tebal.
Aku telah sampai di depan pintu coffee shop dan tiba-tiba langkah kaki ku berhenti sejenak. Ada rasa bimbang di dalam hati. Apakah aku akan masuk ke dalam atau tidak. Di sisi lain aku mendengar kata masuk dan di sisi lain aku mendengar kata lari. Aku pun menggelengkan kepala ku dan meminta otak ku untuk berfikir tetap tenang karena aku sudah memutuskan untuk datang dan menghadapi nya.
Dengan mengucapkan bismillah, aku membuka pintu dan melangkah masuk ke coffee shop sambil menelan air ludah ku sendiri.
Salah seorang pelayan pria dengan berpakaian kemeja putih dengan rompi berwarna gelap dan celana hitam menghampiri ku dan menanyakan apakah aku datang bersama teman atau tidak. Aku langsung memberikan pernyataan kepada pelayan itu jikalau aku telah memiliki janji dengan seseorang disini. Pelayan itu pun membuka daftar list tamu yang ada dan aku melemparkan pandangan ku ke sekitar puluhan tamu yang memenuhi coffee shop itu. Sebelum pelayan itu menanyakan nama teman yang aku temui, aku sudah berjalan ke arah salah satu penghuni meja paling sudut. Disana duduk seorang wanita seumuran ku sambil menghirup coffee late yang ada di tangan nya.
Wanita itu sedikit kaget dan grogi begitu melihat ku berdiri di depan nya. dia pun mempersilakan duduk dan aku pun menuruti apa yang dia perintah kan.
Mata ku tertuju kepada wanita yang di depan ku. Seperti nya dia lebih gugup dibanding dengan aku karena setiap detik tangan nya selalu memainkan tangkai cangkir coffee late milik nya dan menghirup sedikit demi sedikit.
‘Apa kau mau pesan sesuatu?’ Tanya wanita itu.
‘Aku pikir kau sudah memesan apa yang biasa aku minum’ Jawab ku datar.
Wanita itu kembali terkejut. ‘Ah iya kau benar sekali’ Ujar nya dengan masih memegang cangkir minuman nya.
Beberapa saat kemudian datang pelayan membawa mochacinno pesanan wanita di depan ku ini dan dia menyuruh pelayan itu untuk meletakan mochacinno itu di depan ku. Aku melihat uap yang keluar dari cangkir mochacinno ku. Seperti nya baru saja di buat dan pasti dia, wanita di depan ku ini telah memberikan perintah untuk membuat minuman ini jikalau aku telah duduk di depan nya.
‘Hm...apa...’
‘Langsung saja. Aku tidak suka berbelit-belit. Ah bukan nya kau tahu kalau aku tidak suka berbelit-belit?’ Potong ku sambil memalingkan wajah ku ke arah tamu lainnya.
‘Baiklah’ Jawab nya lagi.
Wanita itu masih memainkan tangkai cangkir minuman nya. Sepertinya wanita itu memerlukan 1000 kali lipat keberanian untuk membuka mulut nya. Sudah sepuluh detik waktu berlalu dan aku merasa sudah satu jam aku duduk disini. Akhirnya aku memutus kan untuk meminum mochacinno yang ada di depan ku. Aku menghirup nya pelan-pelan dan memejamkan mata sebentar. Ah rasa nya masih sama seperti 4 tahun yang lalu. Kata ku dalam hati.
‘Kau sudah tenang bearti’ Kata wanita di depan ku tiba-tiba.
Aku pun tersentak dan membuka mata ku. Aku melihatnya dengan sedikit bingung. Aku menghela nafas sejenak dan meletakan cangkir minuman ku ke tempat nya semula.
‘Aku tahu yah aku tahu semua nya. Kau akan merasa lebih baik jikalau ada secangkir mochacinno di tangan mu. Dan jikalau kau telah meminum nya kau akan memejamkan mata mu. Itu arti nya kau sudah tenang’ Terang wanita itu kembali.
Merasa seperti tertangkap tangan, aku pun memperbaiki cara duduk ku dan mengalihkan pandangan ku ke arah jendela. Terlihat cuaca mendung. Awan hitam mulai menyusun barisan nya secara rapi dan menutup langit biru tadi. Aku melihat setetes demi tetes air jatuh dari langit dan akhirnya hujan pun turun.
‘Kau tidak suka hujan bukan?’
Kali ini aku tidak kaget dengan apa yang wanita itu katakan. Karena aku memang benar-benar tidak menyukai hujan. Karena hujan pasti akan memberikan sesuatu yang tidak aku sukai. Hujan menggambarkan cucuran air mata. Yah seakan langit menangis. Masih memandang ke arah jendela yang sisi luar nya telah di basahi oleh air hujan, wanita di depan ku pun melanjutkan kembali ucapannya.
‘Aku benar-benar tidak tahu harus memulai dari mana. Tapi yang jelas aku meminta maaf kepada mu. Aku tahu aku salah. Ah bukan aku tahu aku sudah sangat bersalah kepada mu selama 4 tahun ini. Kejadian nya sangat cepat dan aku pun juga tidak tahu sejak kapan terjadi. Aku tidak berniat untuk melakukan ini kepada mu. Sungguh. Kau masih percaya kepada ku kan?....
‘Bisa di bilang aku tidak sadar akan apa yang aku perbuat. Aku seperti sudah di butakan. Aku khilaf tapi aku benar-benar tulus. Dan aku juga benar-benar meminta maaf kepada mu untuk 4 tahun ini. Kau pasti mengerti dengan apa yang aku rasakan. Aku seperti menjadi orang yang baru. Aku seperti menjadi diri ku sendiri tanpa harus berpura-pura menjadi orang lain. Belum pernah aku merasa hal yang setulus ini’ Jelas wanita itu kepada ku.
Aku masih memperhatikan hujan di luar sana. Sebagian perkataan wanita yang ada di depan ku seakan terdengar sayup-sayup. Dan sejujurnya aku tidak berniat untuk mendengarkan hal yang sudah aku prediksi sebelum aku datang kemarin. Ada sebagian dalam diriku tidak menyetujui apa yang wanita itu ucapkan.
Tidak berniat? Percaya? Tidak sadar? Khilaf? Tulus? Yang benar saja! Dari mana dia bisa merangkai kata-kata yang seharusnya tidak dia rangkai? Pikir ku dalam hati.
‘Aku tahu pasti kau tidak ingin mendengarkan semua penjelasan ku tapi aku harus menjelaskan semua nya kepada mu. Apa kau mendengarkan ku?’ Tanya wanita itu dengan sedikit cemas.
‘Hm..’ Jawab ku asal-asalan saja.
‘Apa kau mengerti dan memaafkan ku?’ Tanya nya kembali kepada ku.
Kali ini aku tidak menjawab nya. Ada semacam gemuruh di dalam hati ku mendengar perkataannya barusan. Maaf? Mengerti? Benar-benar dua kata yang sangat harmonis jika di kaitkan secara bersamaan dalam persoalan ini. Aku pasti sudah gila jika berlama-lama mendengarkan ocehan wanita itu.
Aku masih terpaku dan akhirnya memalingkan wajah ku ke arah wanita yang ada di depan ku. Ku lihat ekspresi berharap di wajah nya. Mata nya penuh harap dan ada kecemasan yang tergambar. Tapi aku adalah teman mu bukan? Kita saling mengenal sudah 4 tahun bukan? Apa selama 4 tahun itu kau tidak bisa mengerti dan memahami aku?’ Lanjut wanita itu.
Aku menarik nafas ku dalam-dalam dan mencondongkan badan ku ke arah wanita yang ada di depan ku.
‘Hanya satu yang bisa aku katakan. Semoga bahagia’ Ujar ku sambil berdiri dan pergi meninggalkan wanita itu sendiri.
Langkah kaki ku tetap tegap keluar dari coffee shop itu. Walaupun kepala ku terasa pusing dan pandangan ku agak kabur, aku berusaha berjalan lurus di hadapan nya. Agar wanita itu mengetahui bahwa aku berbeda dengan aku yang dulu.
Aku pun keluar dari coffee shop itu dan menerobos hujan yang mengguyur tanah Suwon sore itu. Berjalan seakan tidak terjadi apa-apa. Tapi tiba-tiba aku menghentikan langkah ku. Aku menundukan kepala dan terdiam. Nafas ku menjadi sesak dan sekeliling wajah ku terasa panas sepanas awal musim panas di Suwon.
NB : aneh ga kalo di musim panas bisa hujan yak??well just my imagination
Blue Story (Original Version)
Salah satu kafe di daerah Seoul.........
Dia duduk menatap lurus ke arah kota yang ramai. Kota ini selalu ramai setiap detik. Ujar pria muda itu dalam hati. Sambil meneguk segelas mochacinno kesukaan nya dan dia menatap lurus ke depan. Di depan nya telah duduk wanita paruh baya dengan dandanan yang sederhana.
‘Apa kau sehat-sehat saja?’ Tanya wanita itu.
‘Well, aku baik-baik saja’ jawab nya dengan senyuman. ‘kabar dia bagaimana?’ Tambahnya dengan meneguk kembali mochacinno nya.
‘Baik-baik saja. Sekali-sekali kau harus pulang melihat nya’ Jawab wanita paruh baya itu dengan senyuman dan menjabat salah satu tangan pria muda itu untuk meyakinkan nya.
Pria muda itu membalas dengan senyuman. ‘Ah aku mau sekali pulang tapi pekerjaan lah yang menghambatku’ tatapan nya kembali ke arah keramaian kota.
‘Apa kota ini membuat mu begitu sibuk nya sampai-sampai tidak bisa pulang?’
Pria muda itu masih menatap ke arah keramaian kota tanpa menggubris kata-kata wanita paruh baya itu. Dia menutup mata nya perlahan dan membuka kembali dan tersenyum meihat wanita di depan nya. Seperti nya ada kekhawatiran di dalam mata wanita itu.
‘Apa yang kau pikirkan?’ tanya wanita itu air muka yang sangat khawatir.
‘Aku sepertinya telah melakukan kesalahan. Kota ini mungkin telah membuat ku gila. Sampai-sampai aku tidak menghiraukan kiri dan kanan lagi. Aku bertindak seolah-olah aku lah yang benar. Aku bertindak seolah-olah aku lah yang di butuhkan. Aku bertindak seolah-olah aku lah yang memegang kekuasaan. Aku pikir apa yang aku lakukan itu tidak salah. Aku pikir apa yang aku lakukan itu tidak keterlaluan. Tapi akhirnya aku menyadarinya bahwa semua itu salah. Salah besar’ pria muda itu menundukan kepala nya dan terlihat putus asa. ‘aku terlalu naif dengan apa yang aku perbuat. Aku terlalu polos dengan apa yang aku percayai. Mereka membuat aku seperti kriminal yang mengambil yang bukan hak nya. Mereka membuat aku seperti pecundang yang selalu di permainkan’
Pria muda itu terus mengoceh tanpa henti sedangkan wanita paruh baya itu mendengarkan dengan seksama walaupun seperti nya dia tidak terlalu mengerti akan apa yang di bicarakan pria muda itu.
‘Aku terlena dengan rayuan kota ini. Terlena akan hiruk pikuk dan tawa canda yang di tawarkan nya. Sehingga aku lupa akan keluarga ku sendiri. Aku bertindak gegabah. Aku merusak segala nya. Benteng yang aku bangun seolah-olah retak dengan sendiri nya. Aku bertanya kenapa dengan ku? Aku bertanya ada apa dengan ku? Aku merusak citra yang telah ku tanam selama ini. Dan sekarang aku merasakan dampak nya’ Pria muda itu kembali meneguk mochacinno nya dan melanjutkan pembicaraan kembali.
‘Aku kacau. Aku tidak tau apa yang ku lakukan kemarin itu salah atau benar. Aku pergi bersama dengan orang yang seharusnya tidak boleh. Aku pergi bersama dengan orang yang seharusnya aku jauhi. Dan hal itu terjadi karena ketidaktahuan ku. Kenaifan ku. Aku dibutakan dengan anggapan berteman itu sangat baik. Tapi sayang nya aku salah. Benar-benar salah’
‘Pada saat aku berkaca, aku merasa jijik dengan diriku sendiri. Di dalam kaca itu aku melihat sosok yang sangat kasihan. Aku kasihan dengan sosok ku sendiri. Aku kasihan dengan apa yang kemarin aku perbuat. Yah walaupun sebagian orang menganggap itu adalah hal yang biasa tapi bagi ku itu adalah kesalahan yang besar. Aku pun akan merasa kecewa jikalau tunangan ku pergi dengan orang lain. Yah tunangan......’ mata pri muda itu menatap kosong ke arah wanita di depan nya. Dia ingin menangis di depan wanita itu tapi itu tidak mungkin. Karena dia perpegang teguh dengan prinsip nya untuk tidak menangis di depan wanita paruh baya itu.
Wanita paruh baya itu pun kaget ‘Apa yang kau katakan? Apa yang kau perbuat?’
‘Kesalahan kecil tapi berakibat besar. Apa selama ini aku salah? Yah aku salah. Aku salah menafsirkan apa yang aku lakukan dan aku pikirkan. Tidak semua orang berfikir seperti aku’ Sesal pria muda itu.
‘Eomma....’ panggil pria muda itu. ‘Apakah di umur 26 tahun ini, aku belum pantas merasakan arti penyesalan?’ Tanya pri muda itu kepada wanita paruh baya yang di panggil “eomma”.
Triple Date (Nabe's Version)
‘I can do it by myself’ kata ku sambil mendorong roda besar yang selalu k gunakan jika aku ingin berjalan-jalan di taman yang luas ini. Sudah lebih dari satu bulan aku di negara asing ini. Rasa bosan ku sudah sangat besar. Ingin rasanya aku berlari dan terbang kembali ke negara ku dan bertemu dia. Tapi itu tidak mungkin dengan kondisi ku yang sangat tidak ‘mampu’.
‘It’s look like wanna rain. You must back to your room’ kata salah satu perawat yang hampir satu bulan lebih merawat ku.
‘Yeah, back to my room again’ jawab ku jengkel karena aku merasa baru sebentar menghirup udara di luar Rumah Sakit ini.
Perawat itu pun membantu mendorong kursi rodaku. Melewati beberapa jalan setapak yang terbuat dari semen yang di kelilingi oleh beraneka ragam bunga. Kami pun sampai di depan lift dan menunggu pintu lift terbuka. Sesaat pintu lift terbuka dan beberapa orang di dalam nya keluar, perawat yang sejak tadi bersama ku mendorong kursi roda ku dari belakang dan memutar balik sehingga aku bisa melihat keluar lift. Perawat itu menekan tombol 15 dan pintu lift pun kembali tertutup. Tidak kurang dari dua menit, kami telah sampai di lantai 15. Pintu lift terbuka dan ada tiga orang yang sedang menunggu di depan lift yang kami naiki. Perawat yang berada di belakang ku mendorong kursi roda dan kami berbelok ke kanan menuju koridor ruang perawatan inap.
Kamarku terletak paling ujung sekali karena aku ingin melihat pemandangan dari atas melalui jendela. Perawat itu mendorong ke samping pintu kamar 159 dan dia mendorong kuris roda ku masuk ke dalam ruangan. Perawat itu mendorong ke arah yang berlawanan pintu tadi sehingga pintu tersebut tertutup. Sementara aku mencoba mendorong sendiri kursi roda dengan tangan ku sendiri menuju jendela di depan tempat tidur.
‘You must take a rest and...’ kata perawat
‘Would you like to leave me alone?’ potong ku agak sedikit kasar. Karena aku sudah bosan di suruh istirahat dari hari ke hari. Perawat itu mengerti kenapa sikap ku begitu ketus kepadanya dan dia langsung membalikan badan dan pergi meninggalkan ku sendiri di kamar yang sudah lama aku huni ini.
Aku sendiri di kamar yang dominan cat putih dan berbau obat ini. Orang tua ku sudah pulang ke indonesia karena adik-adik ku juga membutuhkan mereka. Memang aku yang memaksa mereka untuk pulang karena aku tidak mau melihat mereka mengasihani ku dengan tatapan yang tidak aku sukai.
Kedua kaki ku retak dikarenakan kecelakaan beruntun sebulan yang lalu. Dan saat aku siuman, aku sudah menempati kamar ICU yang dipenuhi peralatan kedokteran yang sangat canggih. Aku tidak bisa merasakan kaki ku saat itu. Ini sudah sebulan lebih tetapi kaki ku belum bisa aku gerakan. Aku sangat benci menjadi beban orang lain.
Pandangan ku masih tertuju jauh ke luar sana sambil menatap mentari yang samar-samar hilang dan hujan pun jatuh di atas daratan Singapore ini.
Keesokan pagi nya...
Aku tertidur pulas ternyata dan mata ku perlahan mulai terbuka. Aku melihat seorang laki-laki tidur di sebelah ku dengan menyenderkan kepalanya ke punggu sofa yang sengaja di seretnya dekat dengan tempat tidur ku.
Aku mengenali wajah itu, wajah yang sangat serupa dengan ku. Dialah Zera, adik kembar ku yang sepertinya baru datang dari Indonesia tanpa sepengetahuan ku. Wajah Zera sangat terlihat kurus dan letih. Samar-samar terlihat garis hitam di bawah matanya. Aku masih memandang lugu adik ku itu dengan cara tidur nya seperti kukang, bisa tidur di atas kepalanya sendiri. Aku pun langsung tertawa begitu mengingat saat kami menonton film Ice Age yang mana ada binatang kukang yang hobi tidur dimana pun dan dalam keadaan apa pun. Dan kami langsung memberikan adik kami itu si kukang.
Tiba-tiba mata Zera terbuka dan mulutnya menguap dengan lebar. Zera duduk seperti orang linglung dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Zera mengucek-ngucek matanya sambil melihat jam yang ada di dinding.
‘Mmmm...berapa jam aku tertidur ko?’ tanya Zera dengan nada yang masih mengantuk.
‘Aku saja kaget kau sudah ada disini. Memang nya kau berangkat dari indonesia jam berapa?’ tanya ku kembali sambil memandang adik kembarnya yang masih linglung.
‘Haaaa....penerbangan ku di cancel sampai jam 8 malam trus aku lupa jalan mau ke rumah sakit ini. Dan akhirnya aku naik taksi saja biar mudah. Sampai disini pun aku tidka melihat jam malahan hehehe...’ terang Zera sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ‘Oia..aku bawa makanan nih...asli buatan dari ibu di rumah’ sambung Zera sambil membuka tas besar berwarna hitam yang ada di sudut kamar.
Aku pun langsung teringat akan ibu ku yang selalu menangis jika melihat keadaan ku di atas kursi roda. Aaah kangen juga masakan rumah. Kata ku dalam hati.
‘Nah....aku siapkan buat kau juga ya...eh bibik di rumah kirim salam tuh...katanya kapan mas Ziko pulang?bibik udah kangen banget!! Hahaha...hey bro, ada juga yang merindukan mu di indonesia’ kata Zera sambil mengikuti gaya ala bibik di rumah dan langsung tertawa lebar. Niat Zera sangat tulus ingin membuat ku tertawa tapi kata-kata ada juga yang merindukan mu di indonesia lah yang membuat ku terdiam seketika.
Aku langsung meminta jatah makanan ku kepada Zera dan mulai melahap tiap-tiap suapannya. Aku merasakan ada di rumah ku sendiri dan bisa melihat dengan jelas suasana kamar yang sudah aku tinggalkan. Setelah menyantap sarapan, seorang perawat datang dan menanyakan keadaan ku kemudian melakukan pengecekan rutinitas untuk laporan setiap pasien. Aku hanya bisa menurut agar perawat itu cepat pergi meninggalkan kamar ku.
‘Zera, mau jalan-jalan ke taman dengan ku?’ pinta ku.
‘Dengan senang hati my big bro. Mau ke taman kan??? Wokeh! I am ready!’ jawab Zera sambil melakukan sikap hormat kepada ku.
Zera membantu ku untuk duduk di kursi roda. Dan mulai mendorong kursi roda ku dari belakang. Setidaknya aku merasa nyaman karena bukan perawat yang memakai baju serba putih saat ini yang menemaniku tetapi adik ku sendiri.
Kami tiba di taman dalam waktu beberapa menit. Zera dengan style ala anak muda nya mulai melakukan tebar pesona di sekeliling taman sedangkan aku dengan memakai pakaian pasien rumah sakit tetapi wajah yang sudah di cuci sebelumnya malah merasa sedikit iri dengan adik ku itu. Iri akan kedua kakinya yang bisa berjalan. Kami berhenti di salah satu tempat duduk kayu berwarna coklat.
‘Apa kau tidak bisa untuk tidak tebar pesona?’ tanya ku kepada Zera yang sibuk melirik beberapa perawat-perawat yang lalu lalang di depan kami.
‘Siapa suruh punya adik keren kayak gini hehehe...’ jawab Zera dengan merapikan rambutnya untuk kesekian kalinya. ‘Ko, apa kau sangat kesepian disini?’ tanya Zera mulai dengan mimik yang serius. Aku terkejut melihat perubahan wajahnya itu. bisa juga dia serius. Batin ku.
‘Yah sepi’ jawab ku singkat.
‘So?’ tanyanya kembali.
‘So....? aku sudah mulai terbiasa kok. Lagian aku tidak mungkin memaksa bapak dan ibu untuk disini kan? Nanti yang mengawasi kamu dan Zory siapa? Bibik? Dia taunya masaka buat kalian’ jelas ku sambil menengadahkan wajah ke arah langit yang pagi itu berwarna biru cerah. Zera yang duduk di bangku kayu masih diam dan menunggu penjelasan ku lagi.
‘Kau tahu ra, aku sangat merindukan seseorang di indonesia. Dan aku yakin, dia juga pasti sangat merindukan ku’ jelas ku lagi.
‘HAH? Seseorang??? Pacar maksudnya???’ Zera terkejut dengan pengakuan ku yang seketika. ‘Sejak kapan kau punya pacar? Dan siapa? Anak mana? Kenapa aku tidak tahu?’ tanya Zera dengan tatapan terkejut ke arah ku.
‘Hahahaha kau ini...Apa aku sebegitu jeleknya sampai-sampai tidak bisa punya pacar?’ aku melirik ke arah Zera dengan sinis.
‘Bukan..... bukan....tapi kenapa kau tidak cerita kepada ku? kepada Zory mungkin?’ nada bicara Zera mulai naik karena aku tidak pernah menceritakan hal ini kepada siapa pun.
‘Hey relax bro, i’m just wanna find the right time’ bantah ku dengan tatapan ketidakpercayaan Zera kepada ku.
‘How long?’ balas nya sambil melipat tangannya ke dada dan membuang muka nya.
‘Apa kau ingat saat kejadian kecelakaan itu? Yah aku rasa itulah saat yang tepat aku memperkenalkan dia kepada mu dan Zory. Aku menyuruh kalian untuk datang ke sebuah restoran fast food bukan? Karena aku bilang ada sesuatu yang ingin aku bicara kan. Dan itu adalah aku ingin mempublikasikan hubungan ku dengan nya. Dan aku berniat untuk serius malahan. Tapi sepertinya itu bukan waktu yang tepat menurut yah’ kemudian aku pun menghirup udara untuk mengingat kembali pasca kecelakaan itu.
‘Saat ini aku sama sekali tidak pernah memberitahukan nya tentang apa yang terjadi. Jangankan menelponnya, mengirim sms pun aku tidak pernah. Aku tidak ingin dia khawatir dengan keadaan ku. aku tidak ingin dia sedih. Aaah tidak..bukan...aku takut ra. Aku takut dia akan berpaling dari ku yang saat ini tidak memiliki kemampuan untuk berjalan. Aku takut dia akan berpaling dari ku karena aku cacat. Kaki ku tidak berfungsi dengan normal. Aku benar-benar putus asa ketika mengingatnya’ jelas ku dengan melihat kedua kaki ku yang kaku dan melirik roda yang ada di sampingnya.
‘Eh sebentar...’ Zera tiba-tiba pergi menuju ke arah perawat yang datang dengan troli berisikan secangkir susu hangat ke setiap pasien yang ada di taman. Zera meminta dua cangkir kepada perawat itu dan berjalan kembali ke arah ku.
‘Nih...katanya susu hangat bisa menjernihkan pikiran. Trust me’ Zera memberikan secangkir susu hangat kepada ku dan kembali duduk di kursi kayu berwarna coklat di samping ku. Aku pun meminum susu hangat itu begitu pula Zera.
‘Apa kau benar-benar mengkhawatir kan dia dengan persepsi bahwa dia akan berpaling kepada mu?’ tanya Zera menatap ke lurus ke depan.
‘Apa kau kira ada orang yang mau menghabiskan hidupnya mengurus orang cacat seperti aku?’ tanya ku dengan intonasi yang agak tinggi.
‘Shut up!!! Kenapa kau menganggap dirimu cacat??? Kau bukan lah orang cacat Ziko!!! Kau normal seperti yang lainnya!’ Zera hampir sedikit berteriak saat mendengar kata ‘cacat’ yang aku ucapkan. ‘Kau belum mencoba...belum mencoba untuk menghubunginya! Kenapa kau jadi pesimis? Mana Ziko yang aku kenal dengan pikiran optimis nya dalam hidup. Mana??? Kau tahu? Aku bercermin masalah hidup kepada mu ko. Kau yang selalu berfikir positif dari segala hal. Kau selalu tenang dalam setiap masalah yang ada. Kau selalu memiliki jalan keluar apabila kau terjepit. Kemana Ziko yang aku kenal dulu?’ Zera mulai menurunkan volume suaranya karena sekeliling mereka sudah merasa terganggu akan mereka berdua.
‘Aku tidak tahu harus mulai dari mana? Aku tahu aku sangat bersalah. Tapi dengan tidak memberi kabar selama sebulan lebih dan memberitahukan keadaan ku yang sekarang....apa menurut mu dia akan mau mengerti dan menerima ku kembali?’ tanya ku dengan sedikit harapan bahwa Zera mau mengatakan berbohong setidaknya untuk ku saja.
‘Yang jelas kau harus mencoba menghubunginya dulu dan terus terang aku tidak bisa menjamin apakah dia mau menerima mu kembali atau tidak...setidaknya kau sudah berusaha kan?’ jawab Zera sambil menepuk pundak ku.
Aku melihat wajah Zera sesaat dan ada sedikit pengharapan didalam nya untuk aku. Yah setidaknya aku berusaha dulu dan setelah itu baru serahkan kepada Allah. Batin ku. Dan aku pun tersenyum melihat Zera yang memamerkan gigi nya yang putih.
‘Dan kalau kau tidak keberatan, aku akan melakukan penelitian dengan Zory mengenai dia yang kau ceritakan tadi. Aku tidak mau kalau saudara ku jatuh ke tangan yang tidak pantas’ kata Zera tiba-tiba.
‘Maksud mu apa?’ tanya ku yang sedikit merasa curiga dengan ulah saudara kembar ku ini.
‘Kau disini lakukanlah semua terapi mu dan optimis bahwa kau akan sembuh.
Berusahalah untuk dirimu sendiri dalam melawan sakit mu ini. Sedangkan aku, aku akan mengawasi gerak-gerik dia mu itu. aku ingin melihat apa dia setia menunggu mu atau tidak. Yaaa...perkenalan yang di setting dengan apik la, gimana?’ tanya Zera kepada ku. Aku sedikit ragu dengan apa yang di rencakannya itu tapi entah kenapa aku ingin mempercayainya.
‘Haahh baiklah kalau itu rencana mu. I’ll do what i must do it in here and you...,jangan menceritakan apa pun kepada nya jikalau kau tidak yakin dia akan mengerti tentang keadaan ku, paham?’ tanya ku dengan meyakinkan Zera dengan apa yang aku katakan.
‘Seeeppp..’ jawab Zera sambil memperlihatkan jempolnya kepada ku.
Dua hari bersama Zera membuat hidup ku lebih baik dari pada sebelum nya. Dan besoknya dia harus kembali ke indonesia untuk menjalankan misi nya. Dan aku, aku akan berusaha untuk melakukan beberapa terapi untuk kesembuhan kedua kaki ku. Beberapa fisioterapi pun aku lakukan. Begitu besar keinginan sembuh dari dalam diriku.
Sebulan kemudian........
‘Welldone! You can do it!’ girang salah satu perawat yang melihat ku berjalan dengan menggunakan palang pembantu berjalan yang ada di ruangan terapi. Aku mulai melangkahkan kaki ku satu demi satu. Selangkah demi selangkah. Aku merasakan kesakitan yang sangat dalam ketika aku mulai melangkahkan kaki ku tetappi kata dokter, itu bagus karena akan meransang otot kaki yang selama ini tidak berfungsi dengan baik.
Dari hari ke hari, aku rajin melakukan terapi dan akhirnya aku bisa meninggalkan kursi roda ku dan beralih menggunakan tongkat. Aku sangat senang melihat kaki ku bisa menginjakan daratan kembali. Seluruh keluarga ku yang ada di indonesia sangat senang dengan perkembangan ku. Dan aku sangat senang mendengar dokter mengatakan dalam tiga minggu aku sudah bisa kembali ke negara ku.
Saat yang aku nanti pun datang, aku mulai mempacking semua baju ku ke dalam tas hitam besar. Setelah selesai menyusun semua baju dan lainnya, seorang perawat datang dan masuk ke dalam kamar ku.
‘Congrats! I’m gonna miss you and specially your mumble everyday’ kata perawat itu kepada ku dan tersenyum saat mengingat hari pertama aku disini.
‘Yeah hopely we can meet in the another situation, maybe’ jawab ku sambil tersenyum pula.
‘And don’t forget say hi from me for your girlfriend’ sambungnya lagi. Perawat itu keluar dari kamar ku dan menutup pintunya.
Sesampai di indonesia, aku di jemput oleh Zera dan Zory saudara kembar ku. Aku berlari dengan sedikit kaku karena kaki kanan ku masih dalam masa pemulihan. Aku langsung memeluk mereka berdua. Dan membisikan ‘I’m really miss you guys’.
Zory dan Zera membantu membawakan tas bawaan ku dan meletakannya di belakang bagasi mobil. Zory mengendarai mobil sedangkan aku memilih duduk di belakang sopir saja karena masih sedikit trauma dengan kecelakaan yang terjadi pada ku dulu. Dan Zera tanpa di suruh memilih duduk di sebelah Zory.
Didalam perjalanan menuju rumah, Zory dan Zera banyak bertanya mengenai proses penyembuhan ku dan aku menjawab semua pertnyaan mereka yang bertubi-tubi itu.
‘Hey kami ada kejutan buat mu ko’ tiba-tiba Zera berkata sambil melirik ke arah Zory.
‘Kejutan?’ kata ku yang memang sedikit terkejut.
‘Tenang...Elly sudah menyiapkan semua nya kok’ kata Zory sambil melihat ku dari kaca depan.
‘Elly? Siapa Elly?’ aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang mereka katakan.
‘Elly pacarnya Zory, ko’ jawab Zera yang mengerti karena melihat ku kebingungan.
‘Hah??? Pacar mu, ry? Kapan kau jadian dengan elly? Tunggu...elly ini elly yang dulu selalu kau ganggu saat SMP dulu kan?’ tebak ku kepada Zory. Zory hanya menyengirkan gigi nya yang putih dan mukanya langsung merah seketika.
‘Yah nama cinta sih ya...’ gurau Zera sambil meninju lengan kiri Zory.
Setelah beberapa jam, akhirnya kami sampai di tempat yang sangat ku kenal. Pantai yang paling sering aku datangi bersama dia. Suasananya tidak berubah sedikitpun, aku menatap jauh ke depan dan melihat sosok yang aku kenal sedang berdiri. Aku harus menyipitkan mata ku karena sinar matahari saat ini sangatlah terik. Seorang gadis berdiri di depan ku dan berjalan ke arah ku. wajahnya belum bisa aku kenali.
Setelah beberapa langkah, barulah aku mengenalnya. Dia adalah Karen. Seorang gadis yang aku tinggalkan tanpa kabar apa pun. Karen tersenyum kepada ku. Mata nya seperti ingin menangis. Kemudian aku berjalan menghampirinya dan memegang wajahnya.
‘Maaf yah.. selama ini aku bersalah pada mu’ kata ku dengan suara yang lembut.
‘Tidak apa-apa...yang penting kau kembali’ jawab Karen sambil memegang kedua tangan ku. aku sangat senang bisa melihatnya lagi. Benar-benar melihatnya dan dia benar-benar berada di depan ku. Ini bukan khayalan ku saja tapi kenyataan.
Zory dan Elly yang melihat kami berdua pun menjadi haru. Dan berjalan mendekati aku dan Karen tapi tiba-tiba kami semua merasa ada yang hilang. Dan aku langsung menyadarinya.
‘Zera mana?’ tanya ku kepada Zory.
Elly yang berada di samping Zory memberi kami isyarat untuk mengikutinya dari belakang. Aku, Karen dan Zory mengikuti Elly yang menuju parkiran mobil di ujung pantai. Dan ternyata Zera bersama Reka kembarannya Karen. Terlihat wajah Zera yang merah dan malu-malu.
‘Deuhhh...Yang baru jadian’ sorak kami semua yang mengagetkan Zera dan Reka.
‘Yang lagi kasmaran’ kata Zory sambil mgnucek-ngucek kepala Zera.
‘Aku punya ide nih. Bagaimana kalau kita semua nge-date sama-sama di pantai ini? Ok nggak? Tanya Karen sambil melirik aku dan aku langsung menggenggam tangannya tanda menyetujui usulannya. Dan di dalam hati aku mengatakan bahwa aku tidak akan meninggalkan gadis ini lagi untuk kedua kalinya.
‘Kalau gitu yuk kita triple date’ kata ku sambil menarik tangan Karen dan diikuti dengan yang lainnya.
‘It’s look like wanna rain. You must back to your room’ kata salah satu perawat yang hampir satu bulan lebih merawat ku.
‘Yeah, back to my room again’ jawab ku jengkel karena aku merasa baru sebentar menghirup udara di luar Rumah Sakit ini.
Perawat itu pun membantu mendorong kursi rodaku. Melewati beberapa jalan setapak yang terbuat dari semen yang di kelilingi oleh beraneka ragam bunga. Kami pun sampai di depan lift dan menunggu pintu lift terbuka. Sesaat pintu lift terbuka dan beberapa orang di dalam nya keluar, perawat yang sejak tadi bersama ku mendorong kursi roda ku dari belakang dan memutar balik sehingga aku bisa melihat keluar lift. Perawat itu menekan tombol 15 dan pintu lift pun kembali tertutup. Tidak kurang dari dua menit, kami telah sampai di lantai 15. Pintu lift terbuka dan ada tiga orang yang sedang menunggu di depan lift yang kami naiki. Perawat yang berada di belakang ku mendorong kursi roda dan kami berbelok ke kanan menuju koridor ruang perawatan inap.
Kamarku terletak paling ujung sekali karena aku ingin melihat pemandangan dari atas melalui jendela. Perawat itu mendorong ke samping pintu kamar 159 dan dia mendorong kuris roda ku masuk ke dalam ruangan. Perawat itu mendorong ke arah yang berlawanan pintu tadi sehingga pintu tersebut tertutup. Sementara aku mencoba mendorong sendiri kursi roda dengan tangan ku sendiri menuju jendela di depan tempat tidur.
‘You must take a rest and...’ kata perawat
‘Would you like to leave me alone?’ potong ku agak sedikit kasar. Karena aku sudah bosan di suruh istirahat dari hari ke hari. Perawat itu mengerti kenapa sikap ku begitu ketus kepadanya dan dia langsung membalikan badan dan pergi meninggalkan ku sendiri di kamar yang sudah lama aku huni ini.
Aku sendiri di kamar yang dominan cat putih dan berbau obat ini. Orang tua ku sudah pulang ke indonesia karena adik-adik ku juga membutuhkan mereka. Memang aku yang memaksa mereka untuk pulang karena aku tidak mau melihat mereka mengasihani ku dengan tatapan yang tidak aku sukai.
Kedua kaki ku retak dikarenakan kecelakaan beruntun sebulan yang lalu. Dan saat aku siuman, aku sudah menempati kamar ICU yang dipenuhi peralatan kedokteran yang sangat canggih. Aku tidak bisa merasakan kaki ku saat itu. Ini sudah sebulan lebih tetapi kaki ku belum bisa aku gerakan. Aku sangat benci menjadi beban orang lain.
Pandangan ku masih tertuju jauh ke luar sana sambil menatap mentari yang samar-samar hilang dan hujan pun jatuh di atas daratan Singapore ini.
Keesokan pagi nya...
Aku tertidur pulas ternyata dan mata ku perlahan mulai terbuka. Aku melihat seorang laki-laki tidur di sebelah ku dengan menyenderkan kepalanya ke punggu sofa yang sengaja di seretnya dekat dengan tempat tidur ku.
Aku mengenali wajah itu, wajah yang sangat serupa dengan ku. Dialah Zera, adik kembar ku yang sepertinya baru datang dari Indonesia tanpa sepengetahuan ku. Wajah Zera sangat terlihat kurus dan letih. Samar-samar terlihat garis hitam di bawah matanya. Aku masih memandang lugu adik ku itu dengan cara tidur nya seperti kukang, bisa tidur di atas kepalanya sendiri. Aku pun langsung tertawa begitu mengingat saat kami menonton film Ice Age yang mana ada binatang kukang yang hobi tidur dimana pun dan dalam keadaan apa pun. Dan kami langsung memberikan adik kami itu si kukang.
Tiba-tiba mata Zera terbuka dan mulutnya menguap dengan lebar. Zera duduk seperti orang linglung dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Zera mengucek-ngucek matanya sambil melihat jam yang ada di dinding.
‘Mmmm...berapa jam aku tertidur ko?’ tanya Zera dengan nada yang masih mengantuk.
‘Aku saja kaget kau sudah ada disini. Memang nya kau berangkat dari indonesia jam berapa?’ tanya ku kembali sambil memandang adik kembarnya yang masih linglung.
‘Haaaa....penerbangan ku di cancel sampai jam 8 malam trus aku lupa jalan mau ke rumah sakit ini. Dan akhirnya aku naik taksi saja biar mudah. Sampai disini pun aku tidka melihat jam malahan hehehe...’ terang Zera sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ‘Oia..aku bawa makanan nih...asli buatan dari ibu di rumah’ sambung Zera sambil membuka tas besar berwarna hitam yang ada di sudut kamar.
Aku pun langsung teringat akan ibu ku yang selalu menangis jika melihat keadaan ku di atas kursi roda. Aaah kangen juga masakan rumah. Kata ku dalam hati.
‘Nah....aku siapkan buat kau juga ya...eh bibik di rumah kirim salam tuh...katanya kapan mas Ziko pulang?bibik udah kangen banget!! Hahaha...hey bro, ada juga yang merindukan mu di indonesia’ kata Zera sambil mengikuti gaya ala bibik di rumah dan langsung tertawa lebar. Niat Zera sangat tulus ingin membuat ku tertawa tapi kata-kata ada juga yang merindukan mu di indonesia lah yang membuat ku terdiam seketika.
Aku langsung meminta jatah makanan ku kepada Zera dan mulai melahap tiap-tiap suapannya. Aku merasakan ada di rumah ku sendiri dan bisa melihat dengan jelas suasana kamar yang sudah aku tinggalkan. Setelah menyantap sarapan, seorang perawat datang dan menanyakan keadaan ku kemudian melakukan pengecekan rutinitas untuk laporan setiap pasien. Aku hanya bisa menurut agar perawat itu cepat pergi meninggalkan kamar ku.
‘Zera, mau jalan-jalan ke taman dengan ku?’ pinta ku.
‘Dengan senang hati my big bro. Mau ke taman kan??? Wokeh! I am ready!’ jawab Zera sambil melakukan sikap hormat kepada ku.
Zera membantu ku untuk duduk di kursi roda. Dan mulai mendorong kursi roda ku dari belakang. Setidaknya aku merasa nyaman karena bukan perawat yang memakai baju serba putih saat ini yang menemaniku tetapi adik ku sendiri.
Kami tiba di taman dalam waktu beberapa menit. Zera dengan style ala anak muda nya mulai melakukan tebar pesona di sekeliling taman sedangkan aku dengan memakai pakaian pasien rumah sakit tetapi wajah yang sudah di cuci sebelumnya malah merasa sedikit iri dengan adik ku itu. Iri akan kedua kakinya yang bisa berjalan. Kami berhenti di salah satu tempat duduk kayu berwarna coklat.
‘Apa kau tidak bisa untuk tidak tebar pesona?’ tanya ku kepada Zera yang sibuk melirik beberapa perawat-perawat yang lalu lalang di depan kami.
‘Siapa suruh punya adik keren kayak gini hehehe...’ jawab Zera dengan merapikan rambutnya untuk kesekian kalinya. ‘Ko, apa kau sangat kesepian disini?’ tanya Zera mulai dengan mimik yang serius. Aku terkejut melihat perubahan wajahnya itu. bisa juga dia serius. Batin ku.
‘Yah sepi’ jawab ku singkat.
‘So?’ tanyanya kembali.
‘So....? aku sudah mulai terbiasa kok. Lagian aku tidak mungkin memaksa bapak dan ibu untuk disini kan? Nanti yang mengawasi kamu dan Zory siapa? Bibik? Dia taunya masaka buat kalian’ jelas ku sambil menengadahkan wajah ke arah langit yang pagi itu berwarna biru cerah. Zera yang duduk di bangku kayu masih diam dan menunggu penjelasan ku lagi.
‘Kau tahu ra, aku sangat merindukan seseorang di indonesia. Dan aku yakin, dia juga pasti sangat merindukan ku’ jelas ku lagi.
‘HAH? Seseorang??? Pacar maksudnya???’ Zera terkejut dengan pengakuan ku yang seketika. ‘Sejak kapan kau punya pacar? Dan siapa? Anak mana? Kenapa aku tidak tahu?’ tanya Zera dengan tatapan terkejut ke arah ku.
‘Hahahaha kau ini...Apa aku sebegitu jeleknya sampai-sampai tidak bisa punya pacar?’ aku melirik ke arah Zera dengan sinis.
‘Bukan..... bukan....tapi kenapa kau tidak cerita kepada ku? kepada Zory mungkin?’ nada bicara Zera mulai naik karena aku tidak pernah menceritakan hal ini kepada siapa pun.
‘Hey relax bro, i’m just wanna find the right time’ bantah ku dengan tatapan ketidakpercayaan Zera kepada ku.
‘How long?’ balas nya sambil melipat tangannya ke dada dan membuang muka nya.
‘Apa kau ingat saat kejadian kecelakaan itu? Yah aku rasa itulah saat yang tepat aku memperkenalkan dia kepada mu dan Zory. Aku menyuruh kalian untuk datang ke sebuah restoran fast food bukan? Karena aku bilang ada sesuatu yang ingin aku bicara kan. Dan itu adalah aku ingin mempublikasikan hubungan ku dengan nya. Dan aku berniat untuk serius malahan. Tapi sepertinya itu bukan waktu yang tepat menurut yah’ kemudian aku pun menghirup udara untuk mengingat kembali pasca kecelakaan itu.
‘Saat ini aku sama sekali tidak pernah memberitahukan nya tentang apa yang terjadi. Jangankan menelponnya, mengirim sms pun aku tidak pernah. Aku tidak ingin dia khawatir dengan keadaan ku. aku tidak ingin dia sedih. Aaah tidak..bukan...aku takut ra. Aku takut dia akan berpaling dari ku yang saat ini tidak memiliki kemampuan untuk berjalan. Aku takut dia akan berpaling dari ku karena aku cacat. Kaki ku tidak berfungsi dengan normal. Aku benar-benar putus asa ketika mengingatnya’ jelas ku dengan melihat kedua kaki ku yang kaku dan melirik roda yang ada di sampingnya.
‘Eh sebentar...’ Zera tiba-tiba pergi menuju ke arah perawat yang datang dengan troli berisikan secangkir susu hangat ke setiap pasien yang ada di taman. Zera meminta dua cangkir kepada perawat itu dan berjalan kembali ke arah ku.
‘Nih...katanya susu hangat bisa menjernihkan pikiran. Trust me’ Zera memberikan secangkir susu hangat kepada ku dan kembali duduk di kursi kayu berwarna coklat di samping ku. Aku pun meminum susu hangat itu begitu pula Zera.
‘Apa kau benar-benar mengkhawatir kan dia dengan persepsi bahwa dia akan berpaling kepada mu?’ tanya Zera menatap ke lurus ke depan.
‘Apa kau kira ada orang yang mau menghabiskan hidupnya mengurus orang cacat seperti aku?’ tanya ku dengan intonasi yang agak tinggi.
‘Shut up!!! Kenapa kau menganggap dirimu cacat??? Kau bukan lah orang cacat Ziko!!! Kau normal seperti yang lainnya!’ Zera hampir sedikit berteriak saat mendengar kata ‘cacat’ yang aku ucapkan. ‘Kau belum mencoba...belum mencoba untuk menghubunginya! Kenapa kau jadi pesimis? Mana Ziko yang aku kenal dengan pikiran optimis nya dalam hidup. Mana??? Kau tahu? Aku bercermin masalah hidup kepada mu ko. Kau yang selalu berfikir positif dari segala hal. Kau selalu tenang dalam setiap masalah yang ada. Kau selalu memiliki jalan keluar apabila kau terjepit. Kemana Ziko yang aku kenal dulu?’ Zera mulai menurunkan volume suaranya karena sekeliling mereka sudah merasa terganggu akan mereka berdua.
‘Aku tidak tahu harus mulai dari mana? Aku tahu aku sangat bersalah. Tapi dengan tidak memberi kabar selama sebulan lebih dan memberitahukan keadaan ku yang sekarang....apa menurut mu dia akan mau mengerti dan menerima ku kembali?’ tanya ku dengan sedikit harapan bahwa Zera mau mengatakan berbohong setidaknya untuk ku saja.
‘Yang jelas kau harus mencoba menghubunginya dulu dan terus terang aku tidak bisa menjamin apakah dia mau menerima mu kembali atau tidak...setidaknya kau sudah berusaha kan?’ jawab Zera sambil menepuk pundak ku.
Aku melihat wajah Zera sesaat dan ada sedikit pengharapan didalam nya untuk aku. Yah setidaknya aku berusaha dulu dan setelah itu baru serahkan kepada Allah. Batin ku. Dan aku pun tersenyum melihat Zera yang memamerkan gigi nya yang putih.
‘Dan kalau kau tidak keberatan, aku akan melakukan penelitian dengan Zory mengenai dia yang kau ceritakan tadi. Aku tidak mau kalau saudara ku jatuh ke tangan yang tidak pantas’ kata Zera tiba-tiba.
‘Maksud mu apa?’ tanya ku yang sedikit merasa curiga dengan ulah saudara kembar ku ini.
‘Kau disini lakukanlah semua terapi mu dan optimis bahwa kau akan sembuh.
Berusahalah untuk dirimu sendiri dalam melawan sakit mu ini. Sedangkan aku, aku akan mengawasi gerak-gerik dia mu itu. aku ingin melihat apa dia setia menunggu mu atau tidak. Yaaa...perkenalan yang di setting dengan apik la, gimana?’ tanya Zera kepada ku. Aku sedikit ragu dengan apa yang di rencakannya itu tapi entah kenapa aku ingin mempercayainya.
‘Haahh baiklah kalau itu rencana mu. I’ll do what i must do it in here and you...,jangan menceritakan apa pun kepada nya jikalau kau tidak yakin dia akan mengerti tentang keadaan ku, paham?’ tanya ku dengan meyakinkan Zera dengan apa yang aku katakan.
‘Seeeppp..’ jawab Zera sambil memperlihatkan jempolnya kepada ku.
Dua hari bersama Zera membuat hidup ku lebih baik dari pada sebelum nya. Dan besoknya dia harus kembali ke indonesia untuk menjalankan misi nya. Dan aku, aku akan berusaha untuk melakukan beberapa terapi untuk kesembuhan kedua kaki ku. Beberapa fisioterapi pun aku lakukan. Begitu besar keinginan sembuh dari dalam diriku.
Sebulan kemudian........
‘Welldone! You can do it!’ girang salah satu perawat yang melihat ku berjalan dengan menggunakan palang pembantu berjalan yang ada di ruangan terapi. Aku mulai melangkahkan kaki ku satu demi satu. Selangkah demi selangkah. Aku merasakan kesakitan yang sangat dalam ketika aku mulai melangkahkan kaki ku tetappi kata dokter, itu bagus karena akan meransang otot kaki yang selama ini tidak berfungsi dengan baik.
Dari hari ke hari, aku rajin melakukan terapi dan akhirnya aku bisa meninggalkan kursi roda ku dan beralih menggunakan tongkat. Aku sangat senang melihat kaki ku bisa menginjakan daratan kembali. Seluruh keluarga ku yang ada di indonesia sangat senang dengan perkembangan ku. Dan aku sangat senang mendengar dokter mengatakan dalam tiga minggu aku sudah bisa kembali ke negara ku.
Saat yang aku nanti pun datang, aku mulai mempacking semua baju ku ke dalam tas hitam besar. Setelah selesai menyusun semua baju dan lainnya, seorang perawat datang dan masuk ke dalam kamar ku.
‘Congrats! I’m gonna miss you and specially your mumble everyday’ kata perawat itu kepada ku dan tersenyum saat mengingat hari pertama aku disini.
‘Yeah hopely we can meet in the another situation, maybe’ jawab ku sambil tersenyum pula.
‘And don’t forget say hi from me for your girlfriend’ sambungnya lagi. Perawat itu keluar dari kamar ku dan menutup pintunya.
Sesampai di indonesia, aku di jemput oleh Zera dan Zory saudara kembar ku. Aku berlari dengan sedikit kaku karena kaki kanan ku masih dalam masa pemulihan. Aku langsung memeluk mereka berdua. Dan membisikan ‘I’m really miss you guys’.
Zory dan Zera membantu membawakan tas bawaan ku dan meletakannya di belakang bagasi mobil. Zory mengendarai mobil sedangkan aku memilih duduk di belakang sopir saja karena masih sedikit trauma dengan kecelakaan yang terjadi pada ku dulu. Dan Zera tanpa di suruh memilih duduk di sebelah Zory.
Didalam perjalanan menuju rumah, Zory dan Zera banyak bertanya mengenai proses penyembuhan ku dan aku menjawab semua pertnyaan mereka yang bertubi-tubi itu.
‘Hey kami ada kejutan buat mu ko’ tiba-tiba Zera berkata sambil melirik ke arah Zory.
‘Kejutan?’ kata ku yang memang sedikit terkejut.
‘Tenang...Elly sudah menyiapkan semua nya kok’ kata Zory sambil melihat ku dari kaca depan.
‘Elly? Siapa Elly?’ aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang mereka katakan.
‘Elly pacarnya Zory, ko’ jawab Zera yang mengerti karena melihat ku kebingungan.
‘Hah??? Pacar mu, ry? Kapan kau jadian dengan elly? Tunggu...elly ini elly yang dulu selalu kau ganggu saat SMP dulu kan?’ tebak ku kepada Zory. Zory hanya menyengirkan gigi nya yang putih dan mukanya langsung merah seketika.
‘Yah nama cinta sih ya...’ gurau Zera sambil meninju lengan kiri Zory.
Setelah beberapa jam, akhirnya kami sampai di tempat yang sangat ku kenal. Pantai yang paling sering aku datangi bersama dia. Suasananya tidak berubah sedikitpun, aku menatap jauh ke depan dan melihat sosok yang aku kenal sedang berdiri. Aku harus menyipitkan mata ku karena sinar matahari saat ini sangatlah terik. Seorang gadis berdiri di depan ku dan berjalan ke arah ku. wajahnya belum bisa aku kenali.
Setelah beberapa langkah, barulah aku mengenalnya. Dia adalah Karen. Seorang gadis yang aku tinggalkan tanpa kabar apa pun. Karen tersenyum kepada ku. Mata nya seperti ingin menangis. Kemudian aku berjalan menghampirinya dan memegang wajahnya.
‘Maaf yah.. selama ini aku bersalah pada mu’ kata ku dengan suara yang lembut.
‘Tidak apa-apa...yang penting kau kembali’ jawab Karen sambil memegang kedua tangan ku. aku sangat senang bisa melihatnya lagi. Benar-benar melihatnya dan dia benar-benar berada di depan ku. Ini bukan khayalan ku saja tapi kenyataan.
Zory dan Elly yang melihat kami berdua pun menjadi haru. Dan berjalan mendekati aku dan Karen tapi tiba-tiba kami semua merasa ada yang hilang. Dan aku langsung menyadarinya.
‘Zera mana?’ tanya ku kepada Zory.
Elly yang berada di samping Zory memberi kami isyarat untuk mengikutinya dari belakang. Aku, Karen dan Zory mengikuti Elly yang menuju parkiran mobil di ujung pantai. Dan ternyata Zera bersama Reka kembarannya Karen. Terlihat wajah Zera yang merah dan malu-malu.
‘Deuhhh...Yang baru jadian’ sorak kami semua yang mengagetkan Zera dan Reka.
‘Yang lagi kasmaran’ kata Zory sambil mgnucek-ngucek kepala Zera.
‘Aku punya ide nih. Bagaimana kalau kita semua nge-date sama-sama di pantai ini? Ok nggak? Tanya Karen sambil melirik aku dan aku langsung menggenggam tangannya tanda menyetujui usulannya. Dan di dalam hati aku mengatakan bahwa aku tidak akan meninggalkan gadis ini lagi untuk kedua kalinya.
‘Kalau gitu yuk kita triple date’ kata ku sambil menarik tangan Karen dan diikuti dengan yang lainnya.
Kunang-kunang (Nabe's Version)
Siang itu....
Suasana dari bawah pesawat sangat lah menyenangkan. Seorang pemuda melirik beberapa kali untuk melihat daratan kota tercintanya. Beberapa menit kemudian pesawat pun landing di landasan dan mulai berjalan pelan menuju tempat yang telah di arahkan. Sesaat pesawat mulai berhenti dan pintu depan dan belakang pesawat pun terbuka, di iringi para pramugari yang sangat cantik. Pemuda itu berdiri dari tempat duduknya dan mulai berjalan keluar dari kursi. Dia pun menengadah kan leher dan membuka bagasi yang berada di atas kursi sehingga dia bisa mengambil tasnya dan menyandang tas itu ke punggungnya. Setelah berjalan pelan di koridor pesawat, akhirnya dia melewati pintu depan pesawat dan memakai topi baseball kesayangannya dan mulai berjalan menuruni tangga. Pemuda itu berjalan sesuai dengan rombongan yang ada di pesawat tadi. Dia berjalan melewati beberapa koridor sepi dan tempat pengambilan bagasi. Pemuda itu terus berlalu karena yang dia bawa hanya tas ransel berukuran besar yang di sandangnya sekarang dan berjalan keluar, disana di lihatnya beberapa orang dengan kertas putih yang bertuliskan nama seseorang dan beberapa orang yang sibuk mencari-cari keluarganya ataupun temannya yang datang dari kota lain.
Pemuda itu terus berjalan dan diantara pengunjung terdapat beberapa sopir taksi yang menawarkan taksi mereka. Tapi pemuda itu tidak menggubris tawaran tiap sopir, dia tetap berjalan menuju bus trans yang telah sengaja disediakan pemerintah kota.
Didalam bus yang berukuran besar itu, pemuda itu memilih duduk di bangku nomor tiga dari depan sebelah kanan. Tas ransel nya dia letakan tepat disamping bangku sebelahnya. Sambil beristirahat sejenak, pemuda itu menolah ke arah kanan dan menikmati suasana siang kota kelahirannya. Kotanya sudah banyak berubah, ternyata sudah lama aku tidak kembali ke kota ini. Sahutnya dalam hati.
Tidak berapa lama, bus trans yang membawa pemuda itu sampai di tempat tujuannya. Dia pun turun dari bus dan berjalan menuju jalan beraspal tebal yang dulu pernah dia lewati. Sepanjang jalan beraspal itu terdapat deretan rumah yang sederhana dan jejeran pohon-pohon rindang yang jarang ditemui di kota besar. Dia berjalan dengan santainya seakan-akan tas ransel yang lumayan berat di belakang punggungnya itu bukan merupakan beban yang sangat berat. Pemuda itu melewati beberapa simpang jalan dan menyeberang dengan hati-hati. Dan sampailah dia di depan rumah berstyle peninggalan belanda dengan pagar yang terbuat dari kawat dan kayu. Pemuda itu tersenyum sejenak melihat bentuk rumah kuno itu dan berjalan menuju pagar yang hanya di tutup dengan asal-asalan saja.
Pemuda itu telah sampai di teras rumah kuno itu dimana terdapat banyak bunga anggrek yang sengaja di gantung berserta potnya. Tanpa ragu-ragu pemuda itu mengetuk pintu beberapa kali. Terdengar dari dalam rumah suara langkah kaki yang sangat berat dan terdengar pulak bunyi kenop pintu yang dibuka kuncinya. Pintu di depan pemuda itu terbuka dan terlihat seraut wajah yang sangat dia rindukan tahun terakhir ini.
‘Nenek!!!’ kata pemuda itu langsung memeluk wanita tua di depannya. Wanita itu terkejut dan langsung membalas pelukan dari cucunya.
‘Nady... Nady cucuku’ wanita itu berkata sambil menangis dipelukan cucu yang selama ini sangat dirindukannya.
Malam nya...
‘Bagaimana kabar orang tua mu? Jadi kamu sekolah disini?’ tanya nenek kepada Nady yang duduk di depan meja makan. Kemudian nenek mengambilkan nasi di atas piring Nady.
‘Sudah nek, cukup’ kata Nady memberi aba-aba kepada nenek yang mengambilkan nasi buat Nady. ‘Alhamdulillah mereka sehat-sehat kok nek. Dan mereka menitipkan salam rindu buat nenek tercinta. Dan ya, Nady akan sekolah disini. Besok pagi adalah hari pertama Nady sekolah karena semua sudah di urus sama teman papa disini. Dan sekalian menemani nenek juga’ jawab Nady sambil tersenyum hangat.
‘Nenek kira kamu bakalan tinggal....dimana itu namanya...komplek apa.....’ nenek berusaha mengingat nama sebuah komplek yang dulu di huni oleh Nady dan orang tuanya.
‘Komplek Kunang-kunang maksud nenek?’
‘Aaah iya....duh itu nama kok susah sekali buat diingat yah?’ kata nenek sambil menunjuk-nunjuk ke udara seakan-akan dia mengingat nama yang aneh di telinganya.
Sekilat wajah Nady langsung terlihat terkejut dan Nady pun segera menjawab ‘Lebih nyaman dirumah nenek deh. Disana sepi’ kata Nady dengan senyuman yang tetap lembut.
‘Ah kamu bisa aja...ayo di habiskan makanannya. Kamu pasti sangat lapar’ kata nenek dengan membalas tersenyum pula.
Setelah menyantap makan malam berdua dengan nenek, Nady pun pamit untuk ke kamarnya yang telah di siapkan nenek untuknya. Sesampai di kamar, Nady pun langsung merebahkan badannya di atas tempat tidur yang empuk. Pikirannya mulai melayang kemana-mana hingga teringat dia akan komplek perumahan yang dulu dia tempati bersama orang tuanya. Kenangan saat dia masih berumur 7 tahun merupakan kenangan yang tidak pernah dia lupakan. Mata nya terpejam dan sinar berwarna kuning itu semakin lama semakin banyak mengelilingi nya di ruangan yang sangat gelap.
Pagi harinya...
Nady sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ini adalah hari pertama nya dia menginjakan kakinya di sekolah baru. Dengan seragam SMU Negeri, Nady berpamitan dengan nenek yang sibuk menjahit di ruang tengah. Nady pun langsung menuju teras depan dan disana dia bertemu dengan pak Kumis yang biasa membantu nenek untuk merawat bunga anggreknya.
‘Mau pergi ya mas Nady?’ tanya pak Kumis dengan logat jawanya.
‘Iya pak. Hari pertama lho’ jawab Nady sambil berlari menuju jalan beraspal hitam dan menunggu angkutan umum di halte beserta para calon penumpang lainnya.
Didalam mobil angkutan umum, Nady membaca beberapa petunjuk mengenai sekolah barunya. Sambil membaca buku itu, tiba-tiba seorang ibu berteriak ‘Awas ada lebah!’ sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena takut tersengat. Penumpang di dalam mobil pun panik. Mereka mulai mengikuti apa yang ibu tadi lakukan. Nady yang duduk paling ujung langsung menyadari sesuatu yang lain dari serangga itu. Ah mungkin perasaan ku saja. Sahutnya dalam hati.
Setiba di sekolah, terlihat anak-anak berpakaian putih abu-abu yang berkeliaran baik di luar pekarangan maupun di dalam pekarangan sekolah. Nady mulai memasuki lapangan yang ditumbuhi rumput hijau yang sepertinya baru saja di potong. Di sekeliling lapangan itu juga terdapat beberapa pohon yang rindang dan di bawahnya terlihat siswa dan siswi yang sedang bercakap-cakap duduk diatas akar pohon yang besar itu. Nady pun melanjutkan langkah kaki nya dan mulai mancari dimana letak ruang guru yang ternyata berada di ujung koridor paling kanan. Nady pun mempercepat langkahnya dan memasuki ruangan tersebut. Disana dia bertemu denga wakil kepala sekolah yang sepertinya sepantaran dengan papa Nady.
Nady pun disuruh duduk di kursi tamu yang ada di ruangan wakil kepala sekolah sambil membaca koran yang ada di atas meja. Tidak beberapa, seorang siswa mengetuk pintu ruangan dan Nady pun menoleh kepadanya.
‘Kamu yang bernama Nady kan?’ tanya siswa itu kepada Nady.
‘Iya benar’ jawab Nady sambil melipat koran yang sedarai tadi dia baca.
‘Perkenalkan aku Tomy, ketua kelas XI 2’ kata siswa yang bernama Tomy itu sambil menyalami Nady dan Nady pun membalasnya. ‘Mari aku perkenalkan dengan teman-teman yang lain di kelas’ ajak Tomy kepada Nady.
Mereka berdua pergi meninggalkan ruang wakil kepala sekolah dan menuju kelas XI 2 yang letaknya tidak jauh dari ruang guru. Saat sampai di kelas, Tomy melihat salah satu siswa dengan jaket sport berwarna hijau. Kelihatannya dia baru datang dan segera menuju kelas XI 2. Sebelum siswa berjaket hijau itu masuk ke kelasnya, Tomy pun berteriak ‘Tony....!’ Siswa berjaket hijau itu menoleh karena merasa namanya di panggil oleh seseorang. Dan dia pun langsung mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kelas. Siswa bernama Tony itu berjalan mendekati Tomy yang sedang bersama salah satu siswa yang belum dikenalnya.
‘Ton...kenalin! dia Nady murid baru di kelas ku’ kata Tomy saat Tony telah mendekat. Tony dan Nady saling berjabatan tangan tanda persahabatan. Saat tangan Nady menjabat tangan Tony, tiba-tiba wajah Tony menjadi terkejut.
‘Kamu nggak apa-apa kan?’ tanya Nady heran.
‘Oh, nggak kok. Ok, aku cabut dulu ya?!’ jawab Tony dengan singkat dan segera berjalan menuju kelas nya.
‘Tony kenapa ya?’ tanya Tomy. Nady yang ditanya oleh Tomy, menggelengkan kepalanya isarat dia juga tidak mengetahui penyebabnya. Saat Tony dan Nady membalikan badan mereka, Nady menabrak seorang siswi yang sedang jalan berlawanan arah dengan dia.
‘Aduh sakit! Kalau jalan tuh lihat-lihat dong, jangan asal ngeloyor aja!’ gerutu siswi itu.
‘Iiiyaa...sorry, aku nggak sengaja. Sorry ya....?!’ kata Nady merasa bersalah.
Setelah meminta maaf kepada siswi itu, Nady dan Tomy pun kembali ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran pertama.
‘Hari pertama udah nabrak cewek. Wah pertanda bagus tuh, Dy’ sindir Tomy kepada Nady. Sedangkan Nady hanya tertawa garing sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Malamnya....
‘Bagaimana sekolah mu tadi?’ tanya nenek kepada Nady yang sedang asik menonton pertandingan bola di televisi. Nady dengan memakai baju kaos dan celana bola berwarna merah duduk di ruang keluarga dengan setoples kerupuk emping di tangan kanannya.
‘Hm...lumayan nek’ jawab Nady yang masih konsentrasi dengan pertandingan dan tangan kanannya masih asik menggambil kerupuk emping dan memasukannya ke dalam mulutnya. ‘Nady kenalan dengan Tomy, dia ketua kelas XI 2’ sambung Nady sambil melihat neneknya yang duduk disampingnya.
‘Nenek mau nonton sinetron?’ tanya Nady sambil memperbaiki cara duduk yang agak selonjoran menjadi lebih sopan.
‘Ah ga usah. Sinetron sekarang buat jantungan. Adegannya marah-marah semua. Nenek duduk aja disini menemanin kamu sambil membuka beberapa jahitan yang tadi salah di potong’ jawab nenek sambil mengambil beberapa helai pakaian dan memulai membuka jahitan yang ada di salah satu pakaian.
Beberapa hari kemudian, Nady mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Dia telah memiliki banyak teman dan sudah mulai bercakap-cakap mengenai berbagai hal.
‘Eh nanti malam kita hang out yuk!’ ajak Tomy kepada yang lain.
‘Yuk! Kita ketemuan di cafe nya bang Boim aja. Suasananya cozy banget!’ jawab salah satu teman Tomy. Nady yang duduk di sebelah Tomy pun mengiyakan dengan anggukan. ‘Kebetulan aku juga belum pernah keliling kota ini. Kayaknya udah berubah banget ya’ sambung Nady sambil meminta persetujuan yang lainnya.
‘Eh ajak Tony ga? Dari kemarin dia keliatan suntuk banget!’ sambung Tomy
‘Boleh aja tapi dia udah pulang duluan. Mukanya pucat banget. Kayak ketemu setan aja’ jawab siswa yang duduk paling ujung dengan mengenakan rompi rajutan.
Sorenya....
‘Nek...’ panggil Nady yang keluar dari kamarnya. Dia ingin memberitahukan kepada neneknya kalau malam ini dia akan keliling-keliling kota bersama temannya. ‘Nek..’ panggilnya sekali lagi. Kemudian dia berjalan keluar menuju teras rumah dan tiba-tiba dia dikagetkan oleh serangga kecil yang kemudian mengelilinginya. Nady kemudian mengibaskan tangannya untuk mengusir serangga itu. Dari samping luar teras, pak Kumis melihat ulah Nady dan melihatnya dengan heran.
‘Mas Nady...Mas Nady kenapa?’ tanya pak Kumis agak sedikit berteriak.
‘Ada serangga tadi...’jawabnya masih merasa khawatir jikalau serangga tadi kembali mengganggunya. ‘Nenek mana pak Kumis?’ sambungnya sambil merapikan rambut dan pakaiannya yang dirasanya berantakan.
‘La itu...di samping lagi merapikan tanaman anggrek’ tunjuk pak Kumis dengan logat jawanya.
Nady pun berjalan menuju ke arah yang ditunjukan pak Kumis tadi. Taman samping sangat di tata rapi oleh nenek yang dibantu oleh pak Kumis. Kebanyakan bunga anggrek bergantungan di antara dinding tembok dan ada juga sengaja dibuat tempat khusus dari kayu dan di atas nya diletakan pot berukuran sedang yang berisikan berbagai macam bunga anggrek.
‘Nenek....Nady cariin dari tadi’ kata Nady sambil terpesona melihat deretan anggrek kepunyaan neneknya.
‘Ada apa Nady?’ jawab nenek yang masih asik merapikan tanaman anggreknya.
‘Nanti malam Nady pergi sama teman keliling-keliling kota ya nek. Lagian motor kiriman dari papa kan udah datang nek. Kasian kan kalau di diamkan sendiri di garasi hehehe’ rayu Nady kepada neneknya.
‘Hahaha kamu ini...kalau ada maunya pasti muter-muter ngomongnya. Itukan motor pemberian papa mu. Kalau mau dipake ya kamu pake aja. Nenek sudah ketuaan untuk mempunyai motor besar seperti itu’ nenek nya pun langusng tertawa melihat tingkah Nady.
‘Hehehe iya nek...pulangnya terlambat ya nek. Pagarnya sama pintu jangan di kunci dulu lho’ canda Nady kepada neneknya. Nenek pun tertawa mendengar apa yang diucapkan Nady dan menyetujui jikalau Nady akan pulang terlambat.
Malam minggunya....
Nady sudah bersiap-siap untuk pergi. Dilihatnya nenek sedang asik menonton acara TVRI kesukaannya di ruang keluarga. Kemudian dia mengambil sepatu conversenya di deretan rak sepatu di samping pintu dapur.
‘Nek, Nady pergi dulu yah’ kata Nady diikuti anggukan nenek yang menyatakan iya karena beliau sedang asik mendengarkan tembang lawas di televisi. Nady keluar melewati dapur dan langsung menuju garasi yang berisikan beberapa kotak pupuk anggrek disampingnya ada lemari kayu yang sengaja dibuat untuk tempat arang. Didalam garasi itu juga ada sepesa ontel milik almarhum kakek yang biasanya digunakan nenek jikalau pergi ke pasar pagi dan disebelahnya terdapat motor besar yang sengaja dikirim oleh papa untuk Nady. Mata Nady langsung berbinar melihat motornya yang sudah siap untuk diajak berkeliling-keliling kota. Nady membuka pintu garasi yang digerendel dan mendorongnya keluar sehingga setengah pintu garasi yang terbuat dari besi itu terbuka.
Nady mendorong keluar motornya dan menurunkan standar motor kemudian mengambil helm yang berada diatas lemari kayu tadi. Setelah itu Nady menutup pintu garasi itu kembali dan langsung menaiki motornya dan menghidupkan stater sehingga terdengar suara deruman motor yang halus. Tangan kirinya menekan kolping dan kakinya langsung menginjak gigi motor dan kemudian dia melepaskan kolping sehingga motorpun berjalan dengan mulus.
Tidak beberapa lama, motor Nady sudah melesat kencang di jalan raya. Banyak sekali orang-orang yang berkeliaran baik itu mereka berombongan ataupun bersama pacar mereka. Yah namanya juga malam minggu, pasti rame la. Ujarnya dalam hati.
Suasana kota saat itu benar-benar semarak. Kerlap kerlip lampu kota sangat mengubah kota yang seingat dia sangat sederhana menjadi kota yang sangat metropolitan. Nady sesaat terpana akan perubahan kota itu. Motornya masih melaju dengan kencang dan Nady sangat menikmati pemandangan malam tetapi tiba-tiba disampingnya terbang beberapa seranggan yang berwarna kuning. Awalnya dia mengira bahwa itu adalah pantulan lampu dari pembatas jalan. Namun Nady langsung menyadarinya saat serangga itu mulai mengelilinginya. Nady pun secara spontan menekan rem tangannya dan hampir saja slip dan menabrak pembatas.
Dengan cepat dia membuka helmnya dan melihat apakah serangga berwarna kuning tadi masih ada disekelilingnya. Sesaat dia merasa panik dan takut. Trajedi saat dia berumur 7 tahun kembali teringat olehnya. Segelombolan kunang-kunang mengejarnya dan sepertinya ingin melumatnya hidup-hidup. Nady langsung mengatur nafasnya yang tidak teratur kembali normal. Kenapa mereka datang lagi? Tanyanya dalam hati. Bukannya dulu sarang mereka sudah dibakar oleh orang-orang komplek itu? kembali Nady bertanya dalam hati. Namun dia masih belum bisa menjawab arti dari kejadian tadi.
Saat Nady ingin menstater motornya kembali, dipersimpangan dia melihat motor melaju sangat kencang. Nady sangat terkejut. ‘Siapa sih yang mengendarai motor ugal-ugalan seperti itu?’ katanya sambil memakai helm. Saat motor itu melewatinya, ada dua hal yang terlintas dalam pikiran Nady. Pertama itu adalah segerombolan kunang-kunang dan kedua, si pengendara motor adalah Tony. Nady mengenalnya lewat tipe motor dan jaket yang sering dikenakan oleh Tony.
Nady pun langsung mengegas motornya untuk menyusul Tony. Tapi Nady kalah jauh dengan Tony yang sedari tadi melesat dengan kecepatan diatas rata-rata. Nady membuka penutup helmnya dan berteriak...
‘Tony!!! Tony!!! Rem Ton!!! Rem!!!’
Namun teriakan Nady kalah dengan iringan angin yang menderu malam itu. Nady masih mencoba menyusul Tony dengan kecepatan yang sama walaupun sebenarnya dia merasa takut jikalau nanti tidak bisa mengontrol kecepatan motornya. Nady melihat Tony yang dikelilingi kunang-kunang. Semakin lama kunang-kunang itu semakin banyak. Tidak! Ini pasti mimpi!!. Yakinnya dalam hati. Tetapi temannya yang ada tepat didepannya bukan lah mimpi tapi kenyataan.
Dilihatnya motor Tony hampir oleng dengan adanya segerombolan kunang-kunang itu. Dan mata Nady pun terlihat shock begitu melihat tepat didepan Tony sebuah truk yang akan melintas dan Tony tidak melihatnya.
‘TONY!!!! DIDEPANMU!!!REMMMM!!!TON!!!REM!!!!’ teriak Nady yang sekarang membuka helmnya dan melemparnya entah kemana. Tanpa disadarinya air matanya mengalir saat dia meneriaki temannya itu. Tapi semua sudah terlambat, Nady melihat Tony sudah terseret oleh truk yang ada didepannya dan terpental jauh dari motornya. Nady berusaha melihat kalau Tony akan bangkit dan berdiri tetapi tubuh Tony tergeletak tanpa bergerak sedikitpun. Dan kunang-kunang yang sedari tadi mengitari Tony pun lenyap. Ada kengerian di wajah Nady.
Tidak! Ini mimpi!!! Yakinnya dalam hati.
Suasana dari bawah pesawat sangat lah menyenangkan. Seorang pemuda melirik beberapa kali untuk melihat daratan kota tercintanya. Beberapa menit kemudian pesawat pun landing di landasan dan mulai berjalan pelan menuju tempat yang telah di arahkan. Sesaat pesawat mulai berhenti dan pintu depan dan belakang pesawat pun terbuka, di iringi para pramugari yang sangat cantik. Pemuda itu berdiri dari tempat duduknya dan mulai berjalan keluar dari kursi. Dia pun menengadah kan leher dan membuka bagasi yang berada di atas kursi sehingga dia bisa mengambil tasnya dan menyandang tas itu ke punggungnya. Setelah berjalan pelan di koridor pesawat, akhirnya dia melewati pintu depan pesawat dan memakai topi baseball kesayangannya dan mulai berjalan menuruni tangga. Pemuda itu berjalan sesuai dengan rombongan yang ada di pesawat tadi. Dia berjalan melewati beberapa koridor sepi dan tempat pengambilan bagasi. Pemuda itu terus berlalu karena yang dia bawa hanya tas ransel berukuran besar yang di sandangnya sekarang dan berjalan keluar, disana di lihatnya beberapa orang dengan kertas putih yang bertuliskan nama seseorang dan beberapa orang yang sibuk mencari-cari keluarganya ataupun temannya yang datang dari kota lain.
Pemuda itu terus berjalan dan diantara pengunjung terdapat beberapa sopir taksi yang menawarkan taksi mereka. Tapi pemuda itu tidak menggubris tawaran tiap sopir, dia tetap berjalan menuju bus trans yang telah sengaja disediakan pemerintah kota.
Didalam bus yang berukuran besar itu, pemuda itu memilih duduk di bangku nomor tiga dari depan sebelah kanan. Tas ransel nya dia letakan tepat disamping bangku sebelahnya. Sambil beristirahat sejenak, pemuda itu menolah ke arah kanan dan menikmati suasana siang kota kelahirannya. Kotanya sudah banyak berubah, ternyata sudah lama aku tidak kembali ke kota ini. Sahutnya dalam hati.
Tidak berapa lama, bus trans yang membawa pemuda itu sampai di tempat tujuannya. Dia pun turun dari bus dan berjalan menuju jalan beraspal tebal yang dulu pernah dia lewati. Sepanjang jalan beraspal itu terdapat deretan rumah yang sederhana dan jejeran pohon-pohon rindang yang jarang ditemui di kota besar. Dia berjalan dengan santainya seakan-akan tas ransel yang lumayan berat di belakang punggungnya itu bukan merupakan beban yang sangat berat. Pemuda itu melewati beberapa simpang jalan dan menyeberang dengan hati-hati. Dan sampailah dia di depan rumah berstyle peninggalan belanda dengan pagar yang terbuat dari kawat dan kayu. Pemuda itu tersenyum sejenak melihat bentuk rumah kuno itu dan berjalan menuju pagar yang hanya di tutup dengan asal-asalan saja.
Pemuda itu telah sampai di teras rumah kuno itu dimana terdapat banyak bunga anggrek yang sengaja di gantung berserta potnya. Tanpa ragu-ragu pemuda itu mengetuk pintu beberapa kali. Terdengar dari dalam rumah suara langkah kaki yang sangat berat dan terdengar pulak bunyi kenop pintu yang dibuka kuncinya. Pintu di depan pemuda itu terbuka dan terlihat seraut wajah yang sangat dia rindukan tahun terakhir ini.
‘Nenek!!!’ kata pemuda itu langsung memeluk wanita tua di depannya. Wanita itu terkejut dan langsung membalas pelukan dari cucunya.
‘Nady... Nady cucuku’ wanita itu berkata sambil menangis dipelukan cucu yang selama ini sangat dirindukannya.
Malam nya...
‘Bagaimana kabar orang tua mu? Jadi kamu sekolah disini?’ tanya nenek kepada Nady yang duduk di depan meja makan. Kemudian nenek mengambilkan nasi di atas piring Nady.
‘Sudah nek, cukup’ kata Nady memberi aba-aba kepada nenek yang mengambilkan nasi buat Nady. ‘Alhamdulillah mereka sehat-sehat kok nek. Dan mereka menitipkan salam rindu buat nenek tercinta. Dan ya, Nady akan sekolah disini. Besok pagi adalah hari pertama Nady sekolah karena semua sudah di urus sama teman papa disini. Dan sekalian menemani nenek juga’ jawab Nady sambil tersenyum hangat.
‘Nenek kira kamu bakalan tinggal....dimana itu namanya...komplek apa.....’ nenek berusaha mengingat nama sebuah komplek yang dulu di huni oleh Nady dan orang tuanya.
‘Komplek Kunang-kunang maksud nenek?’
‘Aaah iya....duh itu nama kok susah sekali buat diingat yah?’ kata nenek sambil menunjuk-nunjuk ke udara seakan-akan dia mengingat nama yang aneh di telinganya.
Sekilat wajah Nady langsung terlihat terkejut dan Nady pun segera menjawab ‘Lebih nyaman dirumah nenek deh. Disana sepi’ kata Nady dengan senyuman yang tetap lembut.
‘Ah kamu bisa aja...ayo di habiskan makanannya. Kamu pasti sangat lapar’ kata nenek dengan membalas tersenyum pula.
Setelah menyantap makan malam berdua dengan nenek, Nady pun pamit untuk ke kamarnya yang telah di siapkan nenek untuknya. Sesampai di kamar, Nady pun langsung merebahkan badannya di atas tempat tidur yang empuk. Pikirannya mulai melayang kemana-mana hingga teringat dia akan komplek perumahan yang dulu dia tempati bersama orang tuanya. Kenangan saat dia masih berumur 7 tahun merupakan kenangan yang tidak pernah dia lupakan. Mata nya terpejam dan sinar berwarna kuning itu semakin lama semakin banyak mengelilingi nya di ruangan yang sangat gelap.
Pagi harinya...
Nady sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ini adalah hari pertama nya dia menginjakan kakinya di sekolah baru. Dengan seragam SMU Negeri, Nady berpamitan dengan nenek yang sibuk menjahit di ruang tengah. Nady pun langsung menuju teras depan dan disana dia bertemu dengan pak Kumis yang biasa membantu nenek untuk merawat bunga anggreknya.
‘Mau pergi ya mas Nady?’ tanya pak Kumis dengan logat jawanya.
‘Iya pak. Hari pertama lho’ jawab Nady sambil berlari menuju jalan beraspal hitam dan menunggu angkutan umum di halte beserta para calon penumpang lainnya.
Didalam mobil angkutan umum, Nady membaca beberapa petunjuk mengenai sekolah barunya. Sambil membaca buku itu, tiba-tiba seorang ibu berteriak ‘Awas ada lebah!’ sambil mengibas-ngibaskan tangannya karena takut tersengat. Penumpang di dalam mobil pun panik. Mereka mulai mengikuti apa yang ibu tadi lakukan. Nady yang duduk paling ujung langsung menyadari sesuatu yang lain dari serangga itu. Ah mungkin perasaan ku saja. Sahutnya dalam hati.
Setiba di sekolah, terlihat anak-anak berpakaian putih abu-abu yang berkeliaran baik di luar pekarangan maupun di dalam pekarangan sekolah. Nady mulai memasuki lapangan yang ditumbuhi rumput hijau yang sepertinya baru saja di potong. Di sekeliling lapangan itu juga terdapat beberapa pohon yang rindang dan di bawahnya terlihat siswa dan siswi yang sedang bercakap-cakap duduk diatas akar pohon yang besar itu. Nady pun melanjutkan langkah kaki nya dan mulai mancari dimana letak ruang guru yang ternyata berada di ujung koridor paling kanan. Nady pun mempercepat langkahnya dan memasuki ruangan tersebut. Disana dia bertemu denga wakil kepala sekolah yang sepertinya sepantaran dengan papa Nady.
Nady pun disuruh duduk di kursi tamu yang ada di ruangan wakil kepala sekolah sambil membaca koran yang ada di atas meja. Tidak beberapa, seorang siswa mengetuk pintu ruangan dan Nady pun menoleh kepadanya.
‘Kamu yang bernama Nady kan?’ tanya siswa itu kepada Nady.
‘Iya benar’ jawab Nady sambil melipat koran yang sedarai tadi dia baca.
‘Perkenalkan aku Tomy, ketua kelas XI 2’ kata siswa yang bernama Tomy itu sambil menyalami Nady dan Nady pun membalasnya. ‘Mari aku perkenalkan dengan teman-teman yang lain di kelas’ ajak Tomy kepada Nady.
Mereka berdua pergi meninggalkan ruang wakil kepala sekolah dan menuju kelas XI 2 yang letaknya tidak jauh dari ruang guru. Saat sampai di kelas, Tomy melihat salah satu siswa dengan jaket sport berwarna hijau. Kelihatannya dia baru datang dan segera menuju kelas XI 2. Sebelum siswa berjaket hijau itu masuk ke kelasnya, Tomy pun berteriak ‘Tony....!’ Siswa berjaket hijau itu menoleh karena merasa namanya di panggil oleh seseorang. Dan dia pun langsung mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kelas. Siswa bernama Tony itu berjalan mendekati Tomy yang sedang bersama salah satu siswa yang belum dikenalnya.
‘Ton...kenalin! dia Nady murid baru di kelas ku’ kata Tomy saat Tony telah mendekat. Tony dan Nady saling berjabatan tangan tanda persahabatan. Saat tangan Nady menjabat tangan Tony, tiba-tiba wajah Tony menjadi terkejut.
‘Kamu nggak apa-apa kan?’ tanya Nady heran.
‘Oh, nggak kok. Ok, aku cabut dulu ya?!’ jawab Tony dengan singkat dan segera berjalan menuju kelas nya.
‘Tony kenapa ya?’ tanya Tomy. Nady yang ditanya oleh Tomy, menggelengkan kepalanya isarat dia juga tidak mengetahui penyebabnya. Saat Tony dan Nady membalikan badan mereka, Nady menabrak seorang siswi yang sedang jalan berlawanan arah dengan dia.
‘Aduh sakit! Kalau jalan tuh lihat-lihat dong, jangan asal ngeloyor aja!’ gerutu siswi itu.
‘Iiiyaa...sorry, aku nggak sengaja. Sorry ya....?!’ kata Nady merasa bersalah.
Setelah meminta maaf kepada siswi itu, Nady dan Tomy pun kembali ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran pertama.
‘Hari pertama udah nabrak cewek. Wah pertanda bagus tuh, Dy’ sindir Tomy kepada Nady. Sedangkan Nady hanya tertawa garing sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Malamnya....
‘Bagaimana sekolah mu tadi?’ tanya nenek kepada Nady yang sedang asik menonton pertandingan bola di televisi. Nady dengan memakai baju kaos dan celana bola berwarna merah duduk di ruang keluarga dengan setoples kerupuk emping di tangan kanannya.
‘Hm...lumayan nek’ jawab Nady yang masih konsentrasi dengan pertandingan dan tangan kanannya masih asik menggambil kerupuk emping dan memasukannya ke dalam mulutnya. ‘Nady kenalan dengan Tomy, dia ketua kelas XI 2’ sambung Nady sambil melihat neneknya yang duduk disampingnya.
‘Nenek mau nonton sinetron?’ tanya Nady sambil memperbaiki cara duduk yang agak selonjoran menjadi lebih sopan.
‘Ah ga usah. Sinetron sekarang buat jantungan. Adegannya marah-marah semua. Nenek duduk aja disini menemanin kamu sambil membuka beberapa jahitan yang tadi salah di potong’ jawab nenek sambil mengambil beberapa helai pakaian dan memulai membuka jahitan yang ada di salah satu pakaian.
Beberapa hari kemudian, Nady mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Dia telah memiliki banyak teman dan sudah mulai bercakap-cakap mengenai berbagai hal.
‘Eh nanti malam kita hang out yuk!’ ajak Tomy kepada yang lain.
‘Yuk! Kita ketemuan di cafe nya bang Boim aja. Suasananya cozy banget!’ jawab salah satu teman Tomy. Nady yang duduk di sebelah Tomy pun mengiyakan dengan anggukan. ‘Kebetulan aku juga belum pernah keliling kota ini. Kayaknya udah berubah banget ya’ sambung Nady sambil meminta persetujuan yang lainnya.
‘Eh ajak Tony ga? Dari kemarin dia keliatan suntuk banget!’ sambung Tomy
‘Boleh aja tapi dia udah pulang duluan. Mukanya pucat banget. Kayak ketemu setan aja’ jawab siswa yang duduk paling ujung dengan mengenakan rompi rajutan.
Sorenya....
‘Nek...’ panggil Nady yang keluar dari kamarnya. Dia ingin memberitahukan kepada neneknya kalau malam ini dia akan keliling-keliling kota bersama temannya. ‘Nek..’ panggilnya sekali lagi. Kemudian dia berjalan keluar menuju teras rumah dan tiba-tiba dia dikagetkan oleh serangga kecil yang kemudian mengelilinginya. Nady kemudian mengibaskan tangannya untuk mengusir serangga itu. Dari samping luar teras, pak Kumis melihat ulah Nady dan melihatnya dengan heran.
‘Mas Nady...Mas Nady kenapa?’ tanya pak Kumis agak sedikit berteriak.
‘Ada serangga tadi...’jawabnya masih merasa khawatir jikalau serangga tadi kembali mengganggunya. ‘Nenek mana pak Kumis?’ sambungnya sambil merapikan rambut dan pakaiannya yang dirasanya berantakan.
‘La itu...di samping lagi merapikan tanaman anggrek’ tunjuk pak Kumis dengan logat jawanya.
Nady pun berjalan menuju ke arah yang ditunjukan pak Kumis tadi. Taman samping sangat di tata rapi oleh nenek yang dibantu oleh pak Kumis. Kebanyakan bunga anggrek bergantungan di antara dinding tembok dan ada juga sengaja dibuat tempat khusus dari kayu dan di atas nya diletakan pot berukuran sedang yang berisikan berbagai macam bunga anggrek.
‘Nenek....Nady cariin dari tadi’ kata Nady sambil terpesona melihat deretan anggrek kepunyaan neneknya.
‘Ada apa Nady?’ jawab nenek yang masih asik merapikan tanaman anggreknya.
‘Nanti malam Nady pergi sama teman keliling-keliling kota ya nek. Lagian motor kiriman dari papa kan udah datang nek. Kasian kan kalau di diamkan sendiri di garasi hehehe’ rayu Nady kepada neneknya.
‘Hahaha kamu ini...kalau ada maunya pasti muter-muter ngomongnya. Itukan motor pemberian papa mu. Kalau mau dipake ya kamu pake aja. Nenek sudah ketuaan untuk mempunyai motor besar seperti itu’ nenek nya pun langusng tertawa melihat tingkah Nady.
‘Hehehe iya nek...pulangnya terlambat ya nek. Pagarnya sama pintu jangan di kunci dulu lho’ canda Nady kepada neneknya. Nenek pun tertawa mendengar apa yang diucapkan Nady dan menyetujui jikalau Nady akan pulang terlambat.
Malam minggunya....
Nady sudah bersiap-siap untuk pergi. Dilihatnya nenek sedang asik menonton acara TVRI kesukaannya di ruang keluarga. Kemudian dia mengambil sepatu conversenya di deretan rak sepatu di samping pintu dapur.
‘Nek, Nady pergi dulu yah’ kata Nady diikuti anggukan nenek yang menyatakan iya karena beliau sedang asik mendengarkan tembang lawas di televisi. Nady keluar melewati dapur dan langsung menuju garasi yang berisikan beberapa kotak pupuk anggrek disampingnya ada lemari kayu yang sengaja dibuat untuk tempat arang. Didalam garasi itu juga ada sepesa ontel milik almarhum kakek yang biasanya digunakan nenek jikalau pergi ke pasar pagi dan disebelahnya terdapat motor besar yang sengaja dikirim oleh papa untuk Nady. Mata Nady langsung berbinar melihat motornya yang sudah siap untuk diajak berkeliling-keliling kota. Nady membuka pintu garasi yang digerendel dan mendorongnya keluar sehingga setengah pintu garasi yang terbuat dari besi itu terbuka.
Nady mendorong keluar motornya dan menurunkan standar motor kemudian mengambil helm yang berada diatas lemari kayu tadi. Setelah itu Nady menutup pintu garasi itu kembali dan langsung menaiki motornya dan menghidupkan stater sehingga terdengar suara deruman motor yang halus. Tangan kirinya menekan kolping dan kakinya langsung menginjak gigi motor dan kemudian dia melepaskan kolping sehingga motorpun berjalan dengan mulus.
Tidak beberapa lama, motor Nady sudah melesat kencang di jalan raya. Banyak sekali orang-orang yang berkeliaran baik itu mereka berombongan ataupun bersama pacar mereka. Yah namanya juga malam minggu, pasti rame la. Ujarnya dalam hati.
Suasana kota saat itu benar-benar semarak. Kerlap kerlip lampu kota sangat mengubah kota yang seingat dia sangat sederhana menjadi kota yang sangat metropolitan. Nady sesaat terpana akan perubahan kota itu. Motornya masih melaju dengan kencang dan Nady sangat menikmati pemandangan malam tetapi tiba-tiba disampingnya terbang beberapa seranggan yang berwarna kuning. Awalnya dia mengira bahwa itu adalah pantulan lampu dari pembatas jalan. Namun Nady langsung menyadarinya saat serangga itu mulai mengelilinginya. Nady pun secara spontan menekan rem tangannya dan hampir saja slip dan menabrak pembatas.
Dengan cepat dia membuka helmnya dan melihat apakah serangga berwarna kuning tadi masih ada disekelilingnya. Sesaat dia merasa panik dan takut. Trajedi saat dia berumur 7 tahun kembali teringat olehnya. Segelombolan kunang-kunang mengejarnya dan sepertinya ingin melumatnya hidup-hidup. Nady langsung mengatur nafasnya yang tidak teratur kembali normal. Kenapa mereka datang lagi? Tanyanya dalam hati. Bukannya dulu sarang mereka sudah dibakar oleh orang-orang komplek itu? kembali Nady bertanya dalam hati. Namun dia masih belum bisa menjawab arti dari kejadian tadi.
Saat Nady ingin menstater motornya kembali, dipersimpangan dia melihat motor melaju sangat kencang. Nady sangat terkejut. ‘Siapa sih yang mengendarai motor ugal-ugalan seperti itu?’ katanya sambil memakai helm. Saat motor itu melewatinya, ada dua hal yang terlintas dalam pikiran Nady. Pertama itu adalah segerombolan kunang-kunang dan kedua, si pengendara motor adalah Tony. Nady mengenalnya lewat tipe motor dan jaket yang sering dikenakan oleh Tony.
Nady pun langsung mengegas motornya untuk menyusul Tony. Tapi Nady kalah jauh dengan Tony yang sedari tadi melesat dengan kecepatan diatas rata-rata. Nady membuka penutup helmnya dan berteriak...
‘Tony!!! Tony!!! Rem Ton!!! Rem!!!’
Namun teriakan Nady kalah dengan iringan angin yang menderu malam itu. Nady masih mencoba menyusul Tony dengan kecepatan yang sama walaupun sebenarnya dia merasa takut jikalau nanti tidak bisa mengontrol kecepatan motornya. Nady melihat Tony yang dikelilingi kunang-kunang. Semakin lama kunang-kunang itu semakin banyak. Tidak! Ini pasti mimpi!!. Yakinnya dalam hati. Tetapi temannya yang ada tepat didepannya bukan lah mimpi tapi kenyataan.
Dilihatnya motor Tony hampir oleng dengan adanya segerombolan kunang-kunang itu. Dan mata Nady pun terlihat shock begitu melihat tepat didepan Tony sebuah truk yang akan melintas dan Tony tidak melihatnya.
‘TONY!!!! DIDEPANMU!!!REMMMM!!!TON!!!REM!!!!’ teriak Nady yang sekarang membuka helmnya dan melemparnya entah kemana. Tanpa disadarinya air matanya mengalir saat dia meneriaki temannya itu. Tapi semua sudah terlambat, Nady melihat Tony sudah terseret oleh truk yang ada didepannya dan terpental jauh dari motornya. Nady berusaha melihat kalau Tony akan bangkit dan berdiri tetapi tubuh Tony tergeletak tanpa bergerak sedikitpun. Dan kunang-kunang yang sedari tadi mengitari Tony pun lenyap. Ada kengerian di wajah Nady.
Tidak! Ini mimpi!!! Yakinnya dalam hati.
Subscribe to:
Posts (Atom)
About Me
- n4be
- being who I am and loving what I'm doing coz you'll never be lonely if you learn to befriend yourself..... just remember to be yourself and remember throughout everything why you first wanted to do this...